Mengatasi Kesalahan Dan Menemukan Kebahagiaan: Kisah Gisel Yang Selalu Disalahkan

Halo, Sahabat pembaca! Dalam kehidupan, setiap individu pasti pernah mengalami momen di mana mereka merasa selalu disalahkan, meskipun niat mereka baik. Dalam cerpen “Mengatasi Kesalahan dan Menemukan Kebahagiaan”, kita akan mengikuti perjalanan Gisel, seorang anak perempuan yang ceria dan baik hati, yang meskipun selalu menghadapi kritik dan kesalahpahaman, tetap berusaha untuk membawa keceriaan dan persahabatan ke dalam hidupnya. Cerita ini menggambarkan bagaimana Gisel menemukan kekuatan dari dalam diri dan teman-temannya untuk tetap bahagia dan berkontribusi dalam komunitasnya, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Mari kita ikuti kisah inspiratif ini dan temukan pelajaran berharga tentang cinta, persahabatan, dan keteguhan hati.

 

Kisah Gisel Yang Selalu Disalahkan

Senyum Di Balik Kesalahan

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pepohonan hijau dan aliran sungai yang jernih, hiduplah seorang gadis bernama Gisel. Gisel adalah anak yang ceria, dengan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya. Setiap pagi, dia bangun dengan semangat, memulai harinya dengan harapan dan impian yang cerah. Namun, di balik kebahagiaannya, ada satu hal yang selalu menyertai langkahnya: kesalahan.

Gisel dikenal sebagai anak yang baik hati dan selalu ingin membantu siapa saja di sekitarnya. Dia seringkali ditugaskan untuk membantu tetangga-tetangganya, dari mengurus kebun hingga menjaga anak-anak kecil. Namun, walaupun niatnya selalu tulus, tidak jarang apa yang dia lakukan berakhir dengan kesalahan.

Suatu pagi, Gisel berencana untuk membuat sarapan spesial untuk keluarganya. Ia berpikir, “Hari ini, aku ingin membuat pancake untuk ayah dan ibuku!” Dengan semangat yang membara, Gisel masuk ke dapur, mempersiapkan semua bahan. Tepung, telur, susu, dan sedikit gula menjadi pilihan utamanya. Dia terbayang betapa senangnya melihat wajah kedua orang tuanya saat mereka menikmati sarapan hasil karyanya.

Namun, saat dia mencampurkan adonan, Gisel tanpa sengaja salah memasukkan garam alih-alih gula. Dengan cermat, ia menuangkan adonan ke wajan, menyaksikan pancake pertama mulai mengembang. Namun, ketika aroma yang dihasilkan mulai menyebar ke seluruh dapur, ada sesuatu yang terasa tidak beres.

Ketika pancake pertama selesai dan Gisel menyajikannya di meja makan, wajah ayah dan ibunya bertransformasi dari rasa penasaran menjadi kekecewaan. “Apa ini, Gisel? Kenapa rasanya aneh sekali?” tanya ibunya sambil mencicipi sedikit. Gisel hanya bisa menundukkan kepala, merasa sakit hati. “Maaf, Ibu. Aku… aku salah memasukkan bahan,” jawabnya pelan.

Setelah itu, Gisel merasa tidak enak hati. Setiap kali dia berusaha melakukan hal yang baik, tampaknya selalu saja ada kesalahan yang mengikutinya. Dia merasa selalu disalahkan, meskipun dia tahu dia tidak bermaksud buruk. Namun, alih-alih berlarut-larut dalam kesedihan, Gisel memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya dengan tersenyum. Dia mengingat semua momen ceria yang telah dia lalui bersama orang-orang terkasih di desanya.

Malam harinya, setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Gisel pergi ke taman. Di sana, dia melihat sekelompok anak bermain bola. Sambil tersenyum, dia bergabung dengan mereka. Meski dia sering salah dalam permainan, dia tidak pernah merasa malu. Justru, keceriaan dan gelak tawa anak-anak lainnya membuatnya merasa diterima.

“Gisel, kamu bisa jadi penjaga gawang!” seru salah satu temannya. Dia mengangguk, meskipun tahu betapa buruknya kemampuannya. Dia berdiri di depan gawang, dan saat bola meluncur ke arahnya, Gisel melompat, hanya untuk menyaksikan bola itu meleset dari tangannya dan masuk ke gawang.

Tapi alih-alih merasa putus asa, dia tertawa. “Ayo, sekali lagi! Kali ini aku pasti bisa!” kata Gisel, membuat semua teman-temannya terpingkal-pingkal. Dia merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan, meskipun dia sering salah. Di sinilah Gisel menyadari bahwa kesalahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari perjalanan hidupnya.

Gisel kembali pulang dengan hati yang penuh semangat. Dalam perjalanan pulang, dia mengingat semua hal baik yang bisa dia lakukan, dan menyadari bahwa hidupnya tidak hanya didefinisikan oleh kesalahan. Dia ingin terus berusaha, belajar, dan tumbuh. Dengan senyuman di wajahnya, Gisel berkata pada dirinya sendiri, “Selalu ada bahagia di balik kesalahan. Dan aku tidak akan berhenti berusaha.”

Dia berharap hari esok akan membawa lebih banyak kebahagiaan, meskipun kesalahan mungkin tetap menyertainya. Karena bagi Gisel, selama ada cinta dan kebaikan, dia akan terus berdiri teguh, tidak peduli seberapa banyak kesalahan yang dia buat.

 

Pelajaran Dari Kesalahan

Pagi itu, Gisel terbangun dengan rasa harap yang tinggi. Matahari bersinar cerah, memancarkan cahaya hangat yang menyinari kamarnya. Dengan penuh semangat, dia melompat dari tempat tidurnya dan mengucapkan selamat pagi kepada dunia. “Hari ini pasti akan lebih baik!” ucapnya, tersenyum lebar pada bayangan dirinya di cermin. Dia merasa siap untuk menghadapi segala tantangan, meski sebelumnya dia sering kali merasa selalu disalahkan.

Setelah menyelesaikan sarapan sederhana, Gisel bergegas menuju sekolah. Di sepanjang jalan, dia melihat teman-temannya bermain. Suara tawa mereka membuat hatinya bergetar bahagia. Gisel selalu mencintai momen-momen kecil itu. Namun, dia juga tahu bahwa di sekolah, dia sering kali menjadi sasaran kesalahan.

Baca juga:  Contoh Cerpen Tentang Pendidikan: Pendidikan Adalah Harapan yang Cemerlang

Ketika dia tiba di sekolah, suasana riang menyambutnya. Semua anak berkumpul di lapangan untuk mempersiapkan kompetisi olahraga antar kelas. Gisel sangat bersemangat. “Aku akan berusaha yang terbaik!” pikirnya sambil membayangkan dirinya berdiri di podium, meraih medali emas.

Namun, saat latihan dimulai, Gisel tidak bisa menghindari kesalahan. Dalam sebuah permainan estafet, Gisel yang mendapat giliran berlari, jatuh tersandung dan menjatuhkan tongkat estafet. “Ah, Gisel! Kenapa kamu tidak hati-hati?!” teriak temannya, Rina, sambil meliriknya dengan tatapan sinis. Rina adalah salah satu anak yang sangat kompetitif dan tidak segan-segan menyalahkan Gisel jika ada yang tidak berjalan sesuai harapan.

Gisel merasakan hatinya tercekat. Sekali lagi, dia merasa disalahkan meski dia hanya berusaha melakukan yang terbaik. Namun, bukannya meratapi kesalahannya, dia menegakkan punggungnya dan tersenyum. “Maaf, Rina! Aku akan lebih berhati-hati lain kali,” ujarnya dengan semangat, meski hatinya terasa sedikit pedih. Dia tidak ingin emosi menguasai dirinya.

Setelah sesi latihan berakhir, Gisel berkumpul dengan teman-teman sekelasnya. Meski dia merasa cemas dan sedikit terluka karena disalahkan, dia tidak ingin suasana hatinya merusak kebahagiaan di sekitarnya. Gisel pun mengajak teman-temannya untuk bermain permainan lain, “Bagaimana kalau kita bermain petak umpet?” ajaknya dengan antusias. Semua teman-temannya menyetujuinya, dan seketika suasana ceria kembali muncul.

Saat bermain, Gisel bersembunyi di balik pohon besar di taman sekolah. Sembari menunggu teman-temannya mencarinya, dia mengingat kembali momen-momen di mana dia selalu disalahkan. Rasa sedih itu tiba-tiba muncul lagi, tetapi dia berusaha untuk tidak membiarkannya menguasai pikirannya. “Setiap orang pasti pernah membuat kesalahan,” pikirnya. “Yang penting adalah bagaimana kita belajar dari kesalahan itu.”

Setelah beberapa saat, teman-temannya akhirnya menemukan Gisel. Mereka semua tertawa dan berlari ke arahnya. “Akhirnya! Kami menemukanmu!” teriak salah satu temannya. Gisel pun ikut tertawa, dan seolah-olah semua beban di hatinya terangkat. Dalam tawa dan kebersamaan itu, Gisel merasa bahagia. Dia menyadari bahwa meski sering disalahkan, ada banyak cinta dan kebaikan yang mengelilinginya.

Setelah bermain, saat istirahat, Gisel dan teman-temannya berkumpul di kantin. Makanan yang sederhana namun lezat membuat suasana semakin hangat. Sambil menikmati makanan mereka, mereka berbagi cerita tentang pengalaman lucu dan kesalahan yang pernah mereka buat. Gisel bercerita tentang pancake yang dia buat dan bagaimana dia salah memasukkan garam. Semua orang tertawa, dan Rina pun ikut tertawa meski sebelumnya dia telah menegur Gisel.

Rina bahkan berkata, “Ya, kesalahan itu wajar! Yang penting kita bisa tertawa setelahnya!” Dalam hati, Gisel bersyukur karena dia bisa merasakan cinta dan kebaikan meski terkadang harus menerima kritikan yang menyakitkan. Dia tahu bahwa setiap kesalahan adalah pelajaran, dan setiap pelajaran membawa kebahagiaan baru.

Di akhir hari, saat pulang, Gisel merasa lebih bersemangat. Dia memandang langit yang mulai menggelap dengan bintang-bintang yang mulai muncul. Dia merenungkan semua hal yang telah dia alami hari ini. “Bahkan ketika kita salah, masih ada kebahagiaan yang bisa kita dapatkan,” gumamnya pelan.

Dengan semangat baru, Gisel memutuskan untuk selalu berusaha meski sering disalahkan. Dia ingin terus belajar dan tumbuh, meraih semua mimpinya dengan senyuman dan cinta di hati. Dan meskipun jalan mungkin tidak selalu mulus, Gisel tahu bahwa setiap kesalahan akan membawanya lebih dekat kepada kebahagiaan sejati.

 

Harapan Di Balik Kesalahan

Hari ini, suasana di sekolah terasa lebih cerah dibandingkan hari-hari sebelumnya. Gisel, dengan semangat yang tak pernah pudar, melangkah memasuki halaman sekolah dengan senyuman di wajahnya. Di tengah tawa dan kegembiraan teman-temannya, Gisel merasa berenergi. Namun, rasa was-was itu tetap ada, mengingat hari-hari sebelumnya di mana dia sering disalahkan, meskipun tidak selalu menjadi penyebabnya.

Pelajaran hari itu adalah tentang seni. Ibu guru mereka, Bu Rina, sudah menyiapkan berbagai bahan untuk membuat kerajinan tangan. Gisel sangat menyukai seni, dan hari ini adalah kesempatan emas untuk mengekspresikan diri. “Aku akan membuat sesuatu yang spesial!” gumamnya dalam hati sambil mengamati meja kerajinan yang dipenuhi berbagai alat.

Ketika pelajaran dimulai, Gisel dan teman-temannya dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Di dalam kelompoknya, ada Rina, sahabat baiknya, dan Dito, seorang anak yang dikenal cukup pendiam. Mereka bertiga saling berbagi ide tentang kerajinan apa yang akan mereka buat. Gisel dengan semangat mengusulkan untuk membuat sebuah bingkai foto dari kayu bekas, dan semua setuju.

Namun, ketika mereka mulai bekerja, Gisel tanpa sengaja menggeser kayu yang dimaksudkan untuk bingkai tersebut, menyebabkan kayu itu jatuh dan mengenai Dito. “Aduh! Gisel, hati-hati!” teriak Dito, dan seketika suasana sekelompok mereka terasa tegang. Gisel pun langsung meminta maaf, “Maaf, Dito! Aku tidak bermaksud!” Dia berusaha menjelaskan, tetapi Rina, meski tidak bermaksud jahat, menambahkan, “Gisel, kalau kamu tidak hati-hati, bisa berbahaya.”

Baca juga:  Petualangan Penuh Keceriaan Dan Persahabatan Dalam Pameran Seni Sekolah: Cerita Inspiratif Bintang Dan Andi

Kata-kata Rina itu menyentuh hati Gisel. Dalam sekejap, rasa percaya diri yang dibangunnya kembali runtuh. Dia merasa disalahkan lagi, meskipun dia tidak bermaksud melakukan kesalahan. Tapi, dia berusaha menguatkan diri. “Mungkin ini hanya salah paham,” pikirnya. Gisel mengalihkan fokusnya kembali pada proyek mereka, berusaha untuk tidak terlalu memikirkan komentar itu.

Setelah beberapa saat, mereka berhasil menyelesaikan bingkai foto dengan sangat baik. Gisel merasa bangga dan mengajak Rina dan Dito untuk memamerkan hasil karya mereka kepada teman-teman lain. “Ayo, kita tunjukkan karya kita!” serunya ceria. Saat mereka memperlihatkan bingkai foto yang telah mereka buat, semua teman-teman di kelas bersorak. “Bagus sekali!” teriak salah satu teman. “Kreatif banget, Gisel!” puji teman-teman yang lain.

Mendengar pujian itu, hati Gisel terasa hangat. Semua kesalahan yang mungkin dia buat menjadi tidak berarti ketika melihat senyum dan kebahagiaan di wajah teman-temannya. Dalam perjalanan pulang, dia merasa ringan, seperti beban yang diangkat dari bahunya. Namun, di dalam hatinya, perasaan disalahkan itu masih terbayang, meski dia berusaha untuk tidak mengizinkannya mengganggu kebahagiaan hari ini.

Esok harinya, saat pelajaran olahraga, Gisel kembali mengalami situasi yang tidak menyenankan. Mereka berlatih bola basket, dan saat Gisel mendapat bola, dia tidak sengaja menjatuhkan bola tersebut ke arah teman sekelasnya, Andi. “Gisel! Kamu memang tidak bisa bermain bola!” teriak Andi, terlihat sangat marah. Semua teman-teman menatap Gisel dengan ekspresi bingung dan beberapa tertawa.

Gisel merasa hatinya tergores. “Kenapa setiap kali aku melakukan kesalahan, semuanya seolah-olah berakhir?” pikirnya. Namun, dia mencoba untuk tersenyum. “Maaf, Andi! Aku tidak bermaksud,” ujarnya dengan tulus. Tapi Andi hanya menatapnya dengan tajam dan kembali berfokus pada latihan. Di satu sisi, Gisel merasa sedih, tetapi di sisi lain, dia ingat bagaimana Rina dan Dito memujinya kemarin. Dia pun berusaha bangkit kembali.

Selama istirahat, Gisel duduk di bangku dengan wajah sedikit murung. Namun, tak lama, Rina datang menghampirinya. “Hei, Gisel! Kenapa terlihat sedih?” tanya Rina, dengan nada penuh perhatian. Gisel menghela napas, “Rina, sepertinya aku selalu disalahkan. Tadi Andi marah karena aku tidak sengaja menjatuhkan bola.”

Rina memandang Gisel dengan empati. “Kadang-kadang, kita tidak bisa mengontrol reaksi orang lain, Gisel. Tapi yang terpenting adalah kamu tahu bahwa kamu sudah berusaha. Jangan biarkan itu menghentikanmu. Kita semua membuat kesalahan.” Kata-kata Rina membuat Gisel merasa lebih baik. “Kamu benar. Mungkin aku harus belajar untuk tidak terlalu memikirkan komentar orang lain,” jawab Gisel, kembali tersenyum.

Kebahagiaan Gisel kembali muncul ketika mereka melanjutkan pelajaran. Dia memilih untuk bermain dengan semangat, dan saat dia menjatuhkan bola lagi, dia tidak merasa cemas. Dia tertawa dan bercanda, menjadikan kesalahan itu sebagai momen lucu daripada hal yang menyedihkan.

Ketika jam pulang tiba, Gisel merasa bahwa hari ini adalah hari yang istimewa. Dia belajar bahwa kesalahan adalah bagian dari hidup, dan lebih penting untuk fokus pada kebahagiaan dan kenangan baik bersama teman-teman. Meskipun kadang-kadang dia merasa disalahkan, dia tahu bahwa cinta dan persahabatan yang ada di sekelilingnya jauh lebih berharga.

Setiap langkah yang diambilnya, setiap tawa yang dibagikannya, membuatnya merasa bahagia. Gisel berjanji pada dirinya sendiri untuk terus berusaha meski jalan di depan mungkin tak selalu mulus. Dia merasa siap menghadapi tantangan-tantangan baru, dengan senyum di wajahnya dan cinta di hatinya. Dengan semangat yang tak pernah pudar, Gisel menatap masa depan dengan penuh harapan.

 

Kebangkitan Dan Pembelajaran

Hari itu terasa berbeda bagi Gisel. Setelah menjalani minggu yang penuh tantangan, dia bangkit dengan semangat baru. Seolah matahari bersinar lebih cerah, dan angin berhembus lembut menyapa wajahnya. Dia merasakan getaran positif yang membuat hatinya berdebar bahagia. Dia telah memutuskan untuk tidak membiarkan kritik atau kesalahan kecil merusak harinya.

Di sekolah, suasana terasa lebih hidup. Kelas mereka sedang bersiap-siap untuk acara seni dan budaya yang akan diadakan akhir minggu ini. Semua siswa tampak antusias, termasuk Gisel. Dia bersama Rina dan Dito, terlibat dalam persiapan. Mereka sepakat untuk membuat pertunjukan teater kecil sebagai bagian dari acara tersebut. “Ayo, kita buat cerita yang seru!” seru Rina dengan semangat. Gisel dan Dito mengangguk setuju, terbawa oleh energi positif Rina.

Setelah berdiskusi, mereka sepakat untuk mengangkat tema persahabatan dalam cerita mereka. Gisel bertugas menulis naskah, sementara Rina dan Dito akan berperan sebagai karakter utama. Gisel merasa bersemangat; dia ingin mencurahkan semua ide kreatifnya ke dalam naskah tersebut. Dia pun mulai menulis, menambahkan sentuhan humor dan momen-momen emosional yang bisa menghibur teman-temannya.

Baca juga:  Menghadapi Kemalangan Dengan Kebaikan: Kisah Inspiratif Aldo, Anak Ceria Yang Mengatasi Kesedihan Dan Kesulitan

Namun, saat mereka mulai latihan, Gisel kembali merasakan ketegangan. Dalam adegan di mana Dito harus menggoda Rina dengan lelucon lucu, Dito malah salah menyampaikan dialognya. “Wah, Dito, itu bukan cara yang tepat!” seru Gisel, sambil tersenyum untuk meredakan suasana. Namun, Dito tampak canggung dan minta maaf. “Maaf, Gisel, aku memang suka bingung saat berlatih.”

Gisel segera berusaha menenangkan Dito. “Tidak apa-apa, kita semua membuat kesalahan. Yang penting kita terus berlatih!” Ucapan Gisel diiringi tawa kecil dari Rina yang membuat Dito merasa lebih baik. Keceriaan mulai menghampiri mereka kembali. Mereka mengulangi adegan itu berkali-kali, saling mendukung dan tertawa saat ada kesalahan.

Saat latihan berlanjut, mereka mulai mengembangkan kepercayaan diri. Gisel merasa sangat senang melihat Rina dan Dito menikmati prosesnya. Momen-momen lucu, kesalahan yang menggelikan, dan tawa yang dihasilkan membuat mereka semakin dekat sebagai teman. Gisel tidak lagi merasa tertekan dengan kesalahan. Dia belajar untuk merayakan setiap momen, baik yang baik maupun yang buruk, sebagai bagian dari perjalanan mereka.

Namun, pada saat istirahat, seorang teman sekelas mereka, Andi, datang menghampiri. “Gisel, aku dengar kamu yang nulis naskah. Kenapa sih kamu selalu jadi pusat perhatian? Apa kamu merasa lebih pintar dari yang lain?” Gisel terdiam. Meskipun dia tidak berniat untuk menyombongkan diri, pernyataan Andi terasa menusuk. Rina dan Dito sepertinya melihat ekspresi wajah Gisel yang mulai kelabu.

Gisel mengumpulkan keberaniannya untuk menjawab. “Aku hanya berusaha untuk berkontribusi, Andi. Tidak ada yang lebih baik dari yang lain di sini. Kita semua punya peran masing-masing dalam membuat pertunjukan ini sukses.” Kata-kata itu keluar dengan tegas, dan Rina serta Dito memberikan dukungan dengan anggukan setuju.

Andi terdiam sejenak, lalu menatap Gisel. “Maaf, Gisel. Aku tidak bermaksud begitu. Terkadang aku merasa cemburu karena kamu selalu positif.”

Sebuah senyuman lebar menghiasi wajah Gisel. “Terima kasih, Andi. Kita semua berusaha dengan cara kita masing-masing. Dan aku percaya bahwa setiap orang di sini memiliki potensi yang sama untuk bersinar.” Dia merasa bangga bisa berbagi pandangannya dan menunjukkan bahwa kebahagiaan bukan hanya tentang kesempurnaan, tetapi juga tentang saling mendukung.

Setelah momen itu, suasana kembali ceria. Mereka semua bercanda, tertawa, dan menikmati waktu bersama. Gisel merasakan kebahagiaan itu melimpah. Persahabatan dan saling menghargai di antara mereka lebih penting daripada kritik yang datang dari luar.

Di hari pertunjukan, Gisel merasa bersemangat. Semua usaha dan latihan tidak sia-sia. Saat gilirannya untuk memperkenalkan naskah, dia merasa lebih percaya diri. Dengan suara yang jelas, Gisel menyapa penonton. “Selamat datang di pertunjukan kami! Hari ini kami akan menceritakan kisah persahabatan yang penuh warna. Mari kita nikmati bersama!”

Akhirnya, pertunjukan dimulai. Gisel, Rina, dan Dito tampil dengan sangat baik. Tawa dan sorakan penonton menggema di aula. Gisel melihat senyuman di wajah teman-temannya dan merasakan kebanggaan yang mendalam. Dalam setiap adegan, mereka bisa merasakan momen bahagia dan penuh makna, seolah menghapus semua kesalahpahaman yang pernah ada sebelumnya.

Setelah pertunjukan selesai, mereka mendapatkan tepuk tangan meriah. “Kalian luar biasa!” teriak salah satu teman. Gisel dan Rina saling bertukar pandang, kebahagiaan terpancar dari keduanya. Mereka tahu bahwa perjalanan ini tidak hanya tentang kesuksesan dalam pertunjukan, tetapi juga tentang bagaimana mereka saling mendukung satu sama lain, melewati setiap kesulitan bersama.

Gisel berjanji pada dirinya sendiri untuk terus bersinar, tidak peduli seberapa sering dia disalahkan. Dia belajar bahwa kebahagiaan datang dari dalam diri, dan cinta serta persahabatan adalah hal terpenting yang perlu dijaga. Saat berjalan pulang, dia merasakan semangat baru mengalir di dalamnya, siap menghadapi tantangan apa pun yang mungkin datang di masa depan, dan siap untuk menyebarkan keceriaan kepada orang-orang di sekelilingnya.

 

 

Dalam cerita “Mengatasi Kesalahan dan Menemukan Kebahagiaan”, Gisel menunjukkan kepada kita bahwa meskipun kita sering disalahkan, kita memiliki kekuatan untuk tetap bahagia dan positif. Kisahnya mengingatkan kita akan pentingnya memiliki sikap terbuka dan pemaaf, serta betapa berharganya dukungan dari teman-teman di sekitar kita. Dengan mengatasi berbagai tantangan dan kesalahpahaman, Gisel tidak hanya menemukan kebahagiaan dalam diri sendiri, tetapi juga menjadi inspirasi bagi orang lain. Semoga cerita ini dapat memberi semangat dan motivasi bagi pembaca untuk tetap berjuang, meskipun dihadapkan pada berbagai rintangan. Terima kasih telah membaca, dan sampai jumpa di kisah-kisah inspiratif lainnya!

Leave a Comment