Dalam cerpen tentang bertema lingkungan yaitu “Perubahan Nina untuk Menjaga Kebersihan,” kita diajak untuk mengikuti perjalanan Nina, seorang siswi SMA yang awalnya hidup dalam kekacauan kamar yang berantakan.
Setelah teguran keras dari kakaknya, Nina memutuskan untuk mengubah kebiasaan buruknya dan mulai belajar menjaga kebersihan. Kisah ini menggambarkan bagaimana Nina menghadapi frustrasi dan kemarahan.
Perubahan Nina untuk Menjaga Kebersihan
Awal yang Berantakan
Nina membuka matanya dan merasakan cahaya matahari yang menembus tirai kamarnya. Hari itu adalah Sabtu, hari di mana ia bisa sedikit bersantai setelah minggu yang penuh dengan tugas sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler. Namun, saat ia duduk di tempat tidurnya dan melihat sekeliling kamar, perasaan gelisah mulai merayapi hatinya. Kamarnya berantakan luar biasa.
Di lantai, tumpukan pakaian kotor berserakan di mana-mana, bercampur dengan buku-buku sekolah yang tergeletak tanpa urutan. Sepatu-sepatu tersebar di berbagai sudut, dan meja belajar Nina penuh dengan kertas-kertas tugas yang tidak rapi. Di pojok kamar, ada tumpukan sampah kecil yang sudah mulai berbau. Nina menghela napas panjang, merasa bingung harus mulai dari mana.
Sambil menguap, Nina bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju meja belajar. Ia meraih sebuah buku yang ia butuhkan untuk mengerjakan tugas, namun ketika ia mengangkat buku itu, seekor kecoa melesat keluar dari bawahnya. Nina menjerit kecil dan melompat mundur. “Aduh, kenapa bisa ada kecoa di kamarku?” gumamnya dengan suara bergetar jijik.
Panik, Nina berlari keluar kamar dan mencari Lina, kakaknya yang sedang bersantai di ruang tamu. “Kak Lina! Ada kecoa di kamarku!” teriak Nina sambil menunjuk ke arah kamarnya.
Lina menoleh dengan cepat dan melihat adiknya yang tampak ketakutan. “Apa? Kecoa di kamar kamu?!” tanya Lina dengan nada serius. Ia segera bangkit dari sofa dan berjalan cepat menuju kamar Nina. Ketika ia membuka pintu kamar Nina, matanya langsung terbelalak melihat kondisi kamar yang sangat berantakan.
“Nina, ini sudah kelewatan! Lihat kamar kamu! Ini bukan cuma masalah kecoa, ini masalah kebersihan yang serius!” seru Lina dengan nada tinggi, ekspresinya penuh kemarahan dan kekecewaan.
Nina menundukkan kepala, merasa sangat malu. “Aku… aku sibuk, Kak. Banyak tugas sekolah dan kegiatan lain. Aku tidak sempat bersih-bersih,” kata Nina dengan suara pelan.
“Tidak sempat atau malas?” balas Lina dengan tegas. “Kamu tidak bisa terus hidup dalam kekotoran seperti ini, Nina. Lihat, sampai ada rayap di sudut sana!” Lina menunjuk ke arah pojok ruangan di mana terlihat sarang rayap yang mulai merusak perabotan kayu.
Nina merasa terpojok dan semakin malu. Ia tahu kakaknya benar, tapi ia tidak tahu harus mulai dari mana. “Maaf, Kak. Aku akan bersih-bersih sekarang,” kata Nina dengan suara penuh penyesalan.
“Kamu harus lebih bertanggung jawab, Nina. Ini bukan hanya tentang kebersihan, tapi juga tentang kesehatan. Kamar yang kotor bisa membawa penyakit,” kata Lina dengan nada yang sedikit melunak, meski masih terdengar kemarahan.
Lina keluar dari kamar Nina, meninggalkannya sendirian dengan perasaan yang campur aduk. Nina merasa marah pada dirinya sendiri karena membiarkan kamarnya menjadi begitu berantakan. Ia juga merasa tertekan oleh teguran keras dari kakaknya, meski ia tahu bahwa itu untuk kebaikannya.
Dengan tekad yang baru, Nina mulai membereskan kamarnya. Ia mengumpulkan semua pakaian kotor dan memasukkannya ke dalam keranjang laundry. Lalu, ia mengelompokkan buku-buku dan menatanya di rak buku. Saat mengangkat sepatu-sepatunya, ia menemukan beberapa kecoa lagi yang bersembunyi di bawahnya. Dengan rasa jijik, Nina menyemprotkan pembasmi serangga dan memastikan tidak ada kecoa yang tersisa.
Saat membersihkan meja belajarnya, Nina menemukan tumpukan kertas tugas yang tidak terpakai. Ia merapikan kertas-kertas itu dan membuang yang tidak diperlukan. Nina juga menemukan beberapa benda kecil yang sudah lama hilang, seperti pulpen favoritnya dan sebuah gelang yang ia kira sudah hilang.
Setelah beberapa jam bekerja keras, kamar Nina mulai terlihat lebih rapi. Namun, ia masih harus menangani sarang rayap di pojok ruangan. Nina memutuskan untuk menelepon jasa pembasmi hama dan meminta bantuan mereka. “Halo, saya ingin meminta bantuan untuk menangani rayap di kamar saya,” kata Nina dengan suara tegas di telepon.
Sambil menunggu jasa pembasmi hama datang, Nina melanjutkan bersih-bersih. Ia menyapu dan mengepel lantai dengan teliti, memastikan tidak ada debu yang tersisa. Nina merasa kelelahan, tapi juga merasa puas melihat hasil kerjanya.
Ketika Lina kembali ke kamar Nina untuk melihat perkembangan, ia terkejut melihat betapa banyak yang sudah berubah. “Nina, kamu sudah melakukan banyak sekali. Kamarmu sudah jauh lebih baik,” kata Lina dengan senyum bangga.
Nina tersenyum lega. “Terima kasih, Kak. Aku sadar aku harus lebih bertanggung jawab. Terima kasih sudah mengingatkan aku,” kata Nina dengan tulus.
Malam itu, Nina tidur dengan perasaan yang berbeda. Kamarnya yang dulu berantakan kini mulai berubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman. Ia merasa bangga dengan dirinya sendiri dan bertekad untuk menjaga kebersihan kamarnya. Teguran keras dari kakaknya memang menyakitkan, tapi itu menjadi pendorong bagi Nina untuk berubah menjadi lebih baik.
Nina sadar bahwa menjaga kebersihan bukan hanya membuat kamarnya nyaman, tapi juga membuatnya merasa lebih tenang dan fokus. Dengan kamar yang bersih dan rapi, Nina merasa lebih siap menghadapi tugas-tugas sekolah dan tantangan lainnya. Transformasi kamar Nina menjadi bukti bahwa dengan tekad dan usaha, perubahan positif bisa tercapai.
Teguran dari Kakak
Hari Sabtu yang cerah berubah menjadi kelam bagi Nina setelah teguran keras dari kakaknya, Lina. Setelah melihat kondisi kamar Nina yang sangat berantakan dan penuh dengan kecoa serta rayap, Lina tidak bisa lagi menahan amarahnya. Di ruang tamu, setelah melihat keadaan yang mengejutkan, Lina merasa sangat marah dan kecewa.
“Nina, kamu benar-benar tidak bisa dibiarkan seperti ini,” kata Lina dengan nada tinggi. Wajahnya memerah, matanya menunjukkan ekspresi marah yang luar biasa. “Kamu tidak peduli sama sekali dengan kebersihan, ya?”
Nina merasa terpojok. “Maaf, Kak. Aku sibuk sekali dengan tugas sekolah dan kegiatan lain. Aku benar-benar tidak sempat bersih-bersih,” jawabnya dengan suara pelan.
Lina menggelengkan kepala, tidak percaya dengan jawaban Nina. “Itu alasan yang tidak bisa diterima, Nina! Semua orang punya kesibukan, tapi bukan berarti kita boleh hidup dalam kekotoran seperti ini,” katanya dengan tegas.
Nina mencoba mempertahankan diri. “Tapi, Kak, aku sudah berusaha sebaik mungkin. Aku hanya merasa lelah,” katanya dengan nada memohon.
Lina tidak terpengaruh. “Nina, lihat sekeliling kamu! Ini bukan hanya tentang merasa lelah atau sibuk. Ini tentang tanggung jawab dan kebersihan. Kamu tahu, kecoa dan rayap itu bisa membawa penyakit! Kamu tidak hanya merugikan dirimu sendiri, tapi juga orang-orang di sekitar kamu,” katanya sambil menunjuk ke arah kamar Nina.
Nina merasakan amarah mulai membara di dalam dirinya. Ia tahu bahwa kakaknya benar, tapi cara Lina menyampaikan membuatnya merasa semakin tertekan. “Kak, kamu tidak tahu betapa sulitnya aku mencoba mengatur semuanya. Aku butuh bantuan, bukan ceramah!” balas Nina dengan suara tinggi, air mata mulai menggenang di matanya.
Lina menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. “Nina, aku bukan hanya marah, aku juga khawatir. Ini masalah serius. Kamu harus belajar mengatur waktu dan prioritas. Aku mau kamu segera membersihkan kamar ini, sekarang juga!” tegasnya.
Nina menghela napas, merasa lelah dan frustasi. “Baik, Kak. Aku akan bersih-bersih sekarang,” jawabnya dengan nada kesal.
Setelah Lina meninggalkan kamar, Nina berdiri di tengah ruangan yang masih berantakan. Amarah dan frustrasi bercampur menjadi satu. Ia merasa marah pada dirinya sendiri karena membiarkan kamarnya menjadi seperti ini, dan juga marah pada kakaknya yang tidak memahami betapa sulitnya mengatur semuanya.
Namun, di tengah kemarahan itu, Nina menyadari bahwa Lina hanya ingin yang terbaik untuknya. “Kakak benar, aku tidak bisa terus hidup dalam kekotoran seperti ini,” pikirnya. Dengan tekad yang baru, Nina mulai mengumpulkan pakaian kotor yang berserakan di lantai dan memasukkannya ke dalam keranjang laundry.
Saat membersihkan buku-buku yang berserakan, Nina menemukan banyak barang yang sudah lama hilang. Ia merasa sedikit lega setiap kali melihat lantai yang semakin bersih. Namun, ketika ia menemukan sarang rayap di sudut kamar, amarahnya kembali membara. “Kenapa ini harus terjadi padaku?” keluh Nina sambil mengusap air mata yang mulai mengalir di pipinya.
Nina menghubungi jasa pembasmi hama dan meminta bantuan mereka. “Halo, saya butuh bantuan untuk menangani rayap di kamar saya,” katanya dengan suara gemetar.
Setelah menelepon, Nina melanjutkan bersih-bersih. Ia menyapu dan mengepel lantai dengan teliti, memastikan tidak ada debu atau kotoran yang tersisa. Ketika ia menemukan kecoa yang bersembunyi di bawah tempat tidurnya, ia merasa jijik dan marah. “Kenapa aku harus membersihkan ini sendiri?” pikirnya dengan penuh frustrasi.
Namun, di tengah amarahnya, Nina merasakan tekad yang kuat untuk membuat perubahan. Ia tidak ingin hidup dalam kekotoran lagi. Ia ingin membuktikan kepada kakaknya bahwa ia bisa bertanggung jawab dan menjaga kebersihan kamarnya.
Saat malam tiba, Nina merasa kelelahan tapi juga puas dengan hasil kerjanya. Kamarnya mulai terlihat lebih bersih dan rapi, meski masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Lina masuk ke kamar Nina untuk melihat hasilnya.
“Nina, aku tahu ini tidak mudah, tapi kamu sudah melakukan pekerjaan yang bagus,” kata Lina dengan nada lebih lembut. “Aku hanya ingin kamu hidup dalam lingkungan yang bersih dan sehat.”
Nina mengangguk, merasa sedikit lega. “Terima kasih, Kak. Aku sadar bahwa aku harus lebih bertanggung jawab. Maafkan aku karena membuatmu marah,” kata Nina dengan tulus.
Lina tersenyum dan memeluk Nina. “Tidak apa-apa, Nina. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Ayo, kita selesaikan ini bersama-sama,” katanya.
Dengan bantuan kakaknya, Nina melanjutkan membersihkan kamar hingga larut malam. Mereka berdua bekerja sama, membersihkan setiap sudut ruangan. Nina merasa lebih ringan dengan adanya dukungan dari kakaknya. Meski awalnya penuh dengan amarah dan frustrasi, Nina menyadari bahwa teguran keras dari Lina adalah bentuk kasih sayang dan kepedulian.
Malam itu, setelah selesai membersihkan kamar, Nina berbaring di tempat tidurnya yang kini bersih dan rapi. Ia merasa bangga dengan perubahan yang telah ia lakukan. “Aku akan menjaga kebersihan kamarku mulai sekarang,” pikirnya dengan tekad yang bulat.
Nina menutup matanya dengan perasaan lega dan damai. Ia tahu bahwa menjaga kebersihan adalah bagian penting dari tanggung jawabnya sebagai remaja. Dengan kamar yang bersih dan rapi, Nina merasa lebih siap menghadapi hari-hari berikutnya dengan semangat yang baru.
Sebuah Proses Bahagia
Setelah ditegur keras oleh kakaknya, Lina, Nina bertekad untuk membersihkan kamarnya yang berantakan. Dengan perasaan campur aduk, Nina mulai bekerja keras. Namun, seiring berjalannya waktu, frustrasi dan kemarahan mulai tumbuh di dalam dirinya.
Nina memulai dengan mengumpulkan pakaian yang berserakan di lantai. Ia memisahkan pakaian yang masih bersih dan yang harus dicuci. Namun, ketika ia menemukan sepasang kaus kaki yang sudah berjamur, amarahnya meledak. “Kenapa aku harus melakukan semua ini sendiri?” keluh Nina dengan suara kesal.
Dengan penuh frustrasi, Nina melempar kaus kaki itu ke dalam keranjang laundry dan melanjutkan pekerjaannya. Ia mengangkat tumpukan buku yang berserakan di meja belajarnya. Saat ia berusaha menata buku-buku itu di rak, sebuah buku tebal jatuh dan menghantam kakinya. Rasa sakit yang tiba-tiba membuat Nina berteriak marah. “Aduh! Kenapa semua ini terjadi padaku?” serunya dengan suara penuh kemarahan.
Sambil memegangi kakinya yang sakit, Nina melanjutkan membersihkan meja belajarnya. Ia menemukan kertas-kertas tugas yang sudah tidak terpakai dan mulai membuangnya. Namun, di tengah tumpukan kertas itu, ia menemukan beberapa tugas sekolah yang belum ia selesaikan. Rasa panik dan marah kembali menyeruak. “Aku sudah terlalu banyak tugas! Bagaimana bisa aku membersihkan kamar ini sambil mengerjakan semua ini?” pikir Nina dengan frustrasi.
Saat Nina menyapu lantai, ia menemukan beberapa kecoa yang bersembunyi di bawah tempat tidurnya. Melihat serangga itu, Nina merasa jijik dan marah. “Kenapa harus ada kecoa di kamarku?” teriaknya dengan suara tinggi. Dengan rasa jijik, Nina menyemprotkan pembasmi serangga ke seluruh sudut kamar.
Kemarahannya semakin memuncak ketika ia menemukan sarang rayap di sudut ruangan. “Ini benar-benar tidak adil!” serunya sambil menendang dinding dengan kesal. Nina merasa dunia seakan menimpanya dengan segala masalah ini.
Di tengah amarah dan frustrasinya, Nina mendengar suara ketukan di pintu kamar. Lina masuk dengan wajah cemas. “Nina, kamu baik-baik saja?” tanya Lina dengan lembut.
Nina menoleh dengan mata penuh kemarahan dan air mata yang menggenang. “Kenapa aku harus melakukan semua ini sendiri, Kak? Kenapa semua orang tidak peduli dengan keadaanku?” tanya Nina dengan suara penuh rasa sakit.
Lina menghela napas panjang dan mendekati adiknya. “Nina, aku tahu ini sulit. Tapi kamu harus belajar bertanggung jawab. Aku ada di sini untuk membantumu, tapi kamu harus mulai dari dirimu sendiri,” kata Lina dengan tegas namun penuh kasih sayang.
Nina merasa sedikit tenang mendengar kata-kata kakaknya. Ia mengusap air mata yang mengalir di pipinya dan mengangguk pelan. “Baik, Kak. Aku akan terus berusaha,” jawabnya dengan suara bergetar.
Lina membantu Nina membersihkan kamar. Mereka berdua bekerja sama menyapu, mengepel, dan mengatur barang-barang. Dengan bantuan Lina, Nina merasa pekerjaannya menjadi lebih ringan. Namun, rasa marah dan frustrasi masih tersisa di hatinya.
Saat malam tiba, kamar Nina sudah mulai terlihat lebih rapi. Mereka berdua duduk di lantai, merasa kelelahan namun puas. “Terima kasih, Kak, sudah membantuku,” kata Nina dengan suara lembut.
Lina tersenyum dan merangkul Nina. “Kita semua butuh bantuan, Nina. Tapi ingat, tanggung jawab utama ada di tanganmu. Kamu harus menjaga kebersihan ini setiap hari,” katanya dengan tegas.
Nina mengangguk dengan penuh tekad. “Aku akan melakukannya, Kak. Aku tidak mau hidup dalam kekotoran lagi,” jawabnya dengan mantap.
Namun, keesokan harinya, Nina kembali merasa frustrasi. Saat ia bangun, ia melihat beberapa barang yang kembali berantakan. “Kenapa ini terus terjadi?” keluhnya dengan marah. Ia merasa perjuangannya untuk menjaga kebersihan kamar tidak pernah berakhir.
Di sekolah, Nina merasa kesal dengan tumpukan tugas yang terus bertambah. Saat pulang, ia merasa lelah dan tidak memiliki energi untuk membersihkan kamar lagi. “Aku tidak bisa terus seperti ini,” pikirnya dengan penuh kemarahan.
Suatu sore, ketika Nina sedang duduk di meja belajar dengan wajah muram, Lina masuk ke kamarnya. “Nina, ada apa? Kamu kelihatan sangat tertekan,” tanya Lina dengan lembut.
Nina menatap kakaknya dengan mata penuh kemarahan dan kelelahan. “Aku tidak bisa menjaga kamar ini bersih sendirian, Kak. Aku punya terlalu banyak tugas sekolah, dan aku merasa lelah,” jawabnya dengan suara penuh frustrasi.
Lina duduk di samping Nina dan menggenggam tangannya. “Nina, hidup ini memang penuh dengan tanggung jawab. Tapi kamu harus belajar mengatur waktu dan prioritas. Aku ada di sini untuk membantumu, tapi kamu juga harus belajar untuk tidak terlalu keras pada dirimu sendiri,” kata Lina dengan lembut.
Nina merasa sedikit tenang mendengar kata-kata kakaknya. “Terima kasih, Kak. Aku akan berusaha lebih baik,” jawabnya dengan suara pelan.
Dengan dukungan Lina, Nina mulai belajar mengatur waktu dengan lebih baik. Ia membuat jadwal rutin untuk membersihkan kamar setiap hari, meski hanya beberapa menit. Ia juga belajar untuk tidak menunda-nunda tugas sekolah, sehingga ia tidak terlalu terbebani.
Hari-hari berikutnya, Nina merasa semakin terbiasa dengan rutinitas barunya. Meski kadang masih merasa lelah dan frustrasi, ia berusaha untuk tetap menjaga kebersihan kamarnya. Dengan setiap langkah kecil yang diambil, Nina merasa semakin mampu mengatasi kemarahan dan frustrasinya.
Malam itu, saat Nina berbaring di tempat tidurnya yang kini bersih dan rapi, ia merasa bangga dengan perubahan yang telah ia lakukan. “Aku bisa melakukannya,” pikirnya dengan penuh tekad. “Aku hanya perlu terus berusaha.”
Dengan hati yang lebih tenang dan penuh harapan, Nina menutup matanya dan tertidur. Transformasi kamarnya bukan hanya tentang kebersihan, tapi juga tentang belajar menghadapi tanggung jawab dan mengelola emosi. Dengan dukungan kakaknya, Nina yakin bisa terus menjaga kebersihan dan kerapian kamarnya, serta menghadapi segala tantangan yang datang dengan kepala tegak.
Sebuah Semangat Baru
Malam itu, Nina tidur dengan perasaan bangga. Kamar yang sebelumnya berantakan kini tampak bersih dan rapi. Namun, kebanggaannya tidak bertahan lama. Pagi berikutnya, Nina terbangun dengan suasana hati yang buruk. Ia melihat beberapa pakaian yang ia lipat dengan rapi semalam, kembali berserakan di lantai. Buku-buku yang ia tumpuk di meja belajar berantakan lagi.
Nina merasa frustrasi. “Kenapa aku harus menghadapi ini setiap hari?” keluhnya dengan suara kesal. Ia bangkit dari tempat tidur dan mulai mengumpulkan kembali pakaian yang berserakan. Ia merasa seperti semua usahanya sia-sia.
Saat Nina sedang membereskan kamar dengan wajah muram, Lina masuk dengan segelas jus jeruk di tangan. “Nina, kamu sudah bangun?” tanya Lina dengan lembut. “Aku bawakan jus untukmu.”
Nina menatap kakaknya dengan mata penuh kemarahan. “Kak, kenapa semua ini harus terjadi padaku? Aku sudah berusaha keras membersihkan kamar ini, tapi tetap saja berantakan lagi,” kata Nina dengan suara penuh frustrasi.
Lina menghela napas panjang. “Nina, aku tahu ini tidak mudah. Tapi kamu harus tetap semangat. Kebersihan itu butuh usaha terus-menerus. Kamu tidak bisa menyerah hanya karena kamar kembali berantakan,” katanya dengan lembut.
“Tapi Kak, aku sudah sangat lelah. Aku tidak bisa terus seperti ini,” balas Nina dengan suara gemetar.
Lina meletakkan jus jeruk di meja dan memeluk Nina erat-erat. “Nina, kamu tidak sendirian. Aku ada di sini untuk membantumu. Kita bisa melakukannya bersama-sama,” kata Lina dengan tegas namun penuh kasih sayang.
Meskipun merasa sedikit terhibur, Nina masih marah dan frustrasi. Ia merasa dunia tidak adil padanya. “Kenapa semuanya begitu sulit?” pikirnya sambil menghela napas panjang.
Hari itu berlalu dengan lambat. Nina merasa tidak bersemangat saat di sekolah. Setiap kali ia mengingat kamarnya yang berantakan, kemarahan dan kekecewaan kembali menyeruak. Teman-temannya yang biasanya ceria, kini terlihat khawatir melihat Nina yang murung.
Saat pulang sekolah, Nina langsung menuju kamarnya dengan langkah berat. Ia merasa lelah dan tidak bersemangat untuk membersihkan lagi. Namun, ketika ia membuka pintu kamar, ia terkejut melihat Lina sedang membereskan kamarnya.
“Kak, apa yang kamu lakukan?” tanya Nina dengan nada terkejut.
Lina tersenyum hangat. “Aku tahu kamu merasa sangat lelah dan frustrasi. Jadi, aku memutuskan untuk membantumu membersihkan kamar. Kita bisa melakukannya bersama-sama,” jawabnya.
Nina merasa hatinya sedikit lebih ringan. “Terima kasih, Kak. Aku benar-benar butuh bantuanmu,” katanya dengan suara lirih.
Mereka berdua bekerja sama membersihkan kamar. Sambil bekerja, Lina memberikan beberapa tips kepada Nina tentang cara menjaga kebersihan kamar agar tetap rapi. “Nina, yang penting adalah kamu harus punya rutinitas. Jangan biarkan barang-barang berserakan terlalu lama. Bereskan sedikit demi sedikit setiap hari,” kata Lina.
Nina mendengarkan dengan seksama. Ia merasa kemarahan dan frustrasinya perlahan-lahan mereda. “Aku akan mencoba, Kak. Aku janji akan lebih rajin membersihkan kamar,” jawabnya dengan penuh tekad.
Setelah beberapa jam bekerja keras, kamar Nina kembali bersih dan rapi. Nina merasa sangat lega dan bangga. “Terima kasih, Kak. Aku tidak bisa melakukannya tanpa kamu,” kata Nina sambil memeluk Lina.
“Kamu hebat, Nina. Aku tahu kamu bisa melakukannya. Ingat, menjaga kebersihan itu butuh usaha terus-menerus,” kata Lina dengan senyum hangat.
Malam itu, Nina duduk di tempat tidurnya yang bersih dan rapi. Ia merasa lebih tenang dan bersemangat. “Aku bisa melakukannya. Aku hanya perlu tetap semangat dan tidak menyerah,” pikirnya dengan tekad yang baru.
Namun, ujian sebenarnya datang keesokan harinya. Saat Nina bangun, ia melihat beberapa buku yang kembali berserakan di meja belajar. Perasaan marah dan frustrasi kembali menyeruak. “Kenapa ini harus terus terjadi?” keluhnya dengan suara kesal.
Dengan napas berat, Nina bangkit dari tempat tidur dan mulai membereskan kembali kamarnya. Ia ingat kata-kata Lina, bahwa menjaga kebersihan butuh usaha terus-menerus. “Aku tidak boleh menyerah,” pikirnya dengan penuh tekad.
Setiap hari, Nina berusaha menjaga kebersihan kamarnya. Meski kadang merasa lelah dan frustrasi, ia tidak lagi menyerah. Ia belajar untuk mengatur waktu dengan lebih baik, menyelesaikan tugas sekolah tepat waktu, dan menyisihkan beberapa menit setiap hari untuk membersihkan kamar.
Beberapa minggu kemudian, Nina merasa hidupnya mulai berubah. Kamarnya yang dulu selalu berantakan kini tetap rapi dan bersih. Meski kadang masih merasa marah dan frustrasi, Nina belajar untuk menghadapinya dengan lebih tenang.
Suatu malam, saat Nina sedang belajar di kamar, Lina masuk dan melihat perubahan besar yang terjadi. “Nina, aku bangga padamu. Kamarmu sekarang selalu rapi dan bersih,” kata Lina dengan senyum bangga.
Nina tersenyum lega. “Terima kasih, Kak. Aku belajar banyak darimu. Aku sadar bahwa menjaga kebersihan itu penting dan butuh usaha terus-menerus,” jawabnya.
Dengan semangat baru, Nina merasa lebih siap menghadapi tantangan apapun. Ia menyadari bahwa menjaga kebersihan bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang kedisiplinan dan tanggung jawab. Meski awalnya penuh dengan kemarahan dan frustrasi, Nina akhirnya menemukan cara untuk mengatasi masalahnya dan hidup dengan lebih teratur dan nyaman.
Transformasi kamarnya menjadi bukti bahwa dengan tekad dan usaha, perubahan positif bisa tercapai. Nina belajar untuk tidak menyerah, meski menghadapi banyak rintangan. Dengan dukungan kakaknya, Nina berhasil mengubah kebiasaan buruknya dan menjadi lebih bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan kamarnya.
Cerpen tentang bertema lingkungan yaitu “Perubahan Nina untuk Menjaga Kebersihan” mengajarkan kita tentang pentingnya tanggung jawab dan ketekunan dalam menjaga kebersihan.
Melalui perjuangan dan dukungan kakaknya, Nina berhasil mengatasi kebiasaan buruknya dan menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan sehat.