Menggali Kebaikan Dan Kebahagiaan: Kisah Nia, Anak Adopsi Yang Menemukan Tempat Di Dunia Baru

Hai, Selamat datang di kisah inspiratif tentang Nia, seorang anak adopsi yang penuh kebaikan dan kebahagiaan. Dalam cerita  ini, kami akan membagikan cerita menyentuh tentang perjalanan Nia dalam menemukan tempatnya di keluarga baru dan sekolah baru. Dari awal yang penuh tantangan hingga pencapaian yang menggembirakan dalam lomba melukis, Nia menghadapi berbagai emosional dengan keteguhan hati dan optimisme. Temukan bagaimana dukungan dan kasih sayang dari keluarga serta upaya Nia untuk menyesuaikan diri membawa kebahagiaan dan pembelajaran yang berharga dalam hidupnya. Cerita ini tidak hanya menawarkan kisah yang menyentuh, tetapi juga memberikan inspirasi tentang keteguhan hati dan keberanian dalam menghadapi perubahan.

 

Kisah Nia, Anak Adopsi Yang Menemukan Tempat Di Dunia Baru

Langkah Awal Di Rumah Baru

Nia duduk di kursi belakang mobil dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dan sedikit kegugupan. Mobil itu melaju perlahan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan rimbun dan rumah-rumah kecil yang terlihat hangat. Sambil memandang keluar jendela, Nia merasa campur aduk antara harapan dan kecemasan yang memenuhi hatinya.

Hari ini adalah hari yang sangat istimewa bagi Nia. Setelah bertahun-tahun tinggal di panti asuhan, dia akhirnya akan pindah ke rumah baru bersama keluarga angkatnya, keluarga Suryadi. Meski dia tahu bahwa ini adalah langkah besar dan mungkin yang terbaik dalam hidupnya, dia juga tidak bisa menahan rasa rindunya terhadap kehidupan lamanya, serta keingintahuan dan sedikit ketidakpastian tentang apa yang akan dia temui di rumah barunya.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah yang sederhana namun indah. Rumah itu memiliki taman kecil di depan, dipenuhi dengan bunga-bunga cerah dan rumput hijau yang terawat rapi. Dindingnya dicat dengan warna krem lembut dan atapnya berwarna merah bata. Ada nuansa kehangatan yang memancar dari rumah tersebut, dan Nia merasa sedikit lebih tenang melihat penampilan rumahnya.

Ketika Nia keluar dari mobil, pintu rumah terbuka dan keluarlah pasangan suami istri yang terlihat penuh kegembiraan. Ibu Suryadi, seorang wanita dengan senyum lebar dan mata yang penuh keleluasaan, segera menyambutnya dengan pelukan hangat. “Selamat datang di rumah, Nia!” katanya dengan suara lembut dan penuh kasih.

Nia merasa gugup tetapi tersenyum. “Terima kasih, Bu,” jawabnya dengan lembut. Tangan ibu Suryadi terasa hangat dan nyaman di tangannya, seolah-olah mengajak Nia untuk merasa diterima dan dicintai.

Di samping ibu Suryadi, berdiri Bapak Suryadi, yang mengenakan jas hitam dan dasi dengan pola yang sederhana. Meskipun terlihat serius, ada kerendahan hati di matanya saat dia mengulurkan tangannya kepada Nia. “Halo, Nia. Kami sangat senang akhirnya bisa bertemu denganmu,” katanya dengan nada ramah.

Nia meraih tangan Bapak Suryadi dan membalas senyumannya. “Halo, Pak.”

Saat mereka masuk ke dalam rumah, Nia disambut dengan dekorasi yang ceria dan mengundang. Ruang tamu dihiasi dengan lukisan-lukisan indah dan sofa yang empuk. Ada aroma kue yang baru dipanggang yang memenuhi udara, menambah kehangatan suasana.

Di ruang makan, meja telah diatur dengan rapi, lengkap dengan makanan lezat yang disiapkan dengan penuh cinta. Ada hidangan favorit Nia spaghetti dan salad segar dan kue cokelat yang menggugah selera. Nia merasa terharu melihat betapa keluarganya telah memikirkan dan merencanakan sambutan ini dengan begitu detail.

Sambil makan malam, Nia berbicara dengan hati-hati tentang kehidupannya di panti asuhan, dan keluarganya mendengarkan dengan penuh perhatian. Ibu Suryadi menyentuh tangannya dengan lembut. “Kami sangat menghargai cerita-ceritamu, Nia. Kami ingin kamu tahu bahwa kamu adalah bagian dari keluarga ini sekarang, dan kami ingin mendukungmu dalam setiap langkah perjalananmu.”

Setelah makan malam, Nia diberi tur keliling rumah. Setiap ruangan dihias dengan indah, dan Nia merasa kagum melihat kamar barunya sebuah kamar yang hangat dengan tempat tidur empuk, meja belajar, dan rak buku yang penuh dengan buku-buku menarik. Nia merasa sangat beruntung, meskipun ada bagian dalam dirinya yang merasa sedih meninggalkan kehidupan lamanya di panti asuhan.

Malam itu, setelah semua orang pergi tidur, Nia duduk di tepi tempat tidurnya, merenung dalam kegelapan. Dia memikirkan orang-orang yang dia tinggalkan dan kenangan yang dia bawa bersamanya. Ada rasa kehilangan yang mendalam, tetapi juga rasa syukur yang tidak kalah besar. Dia tahu bahwa perubahan ini adalah awal dari babak baru dalam hidupnya, dan meskipun dia merasa sedikit cemas, dia juga merasa optimis tentang masa depan.

Nia menarik selimutnya dan berbaring dengan mata terbuka, menatap langit-langit kamar yang lembut. Dia memikirkan semua hal baik yang telah dia terima hari ini dan berdoa agar dia bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dengan hati yang penuh harapan dan sedikit rasa rindu, Nia akhirnya tertidur, memulai perjalanan baru dalam hidupnya dengan semangat dan keberanian.

 

Mencari Tempat Di Hati Keluarga

Matahari pagi menyinari rumah keluarga Suryadi dengan sinar lembut yang menembus jendela kamar Nia. Nia baru saja bangun, dan dia menyadari bahwa hari ini adalah hari pertamanya untuk benar-benar mencoba beradaptasi dengan rutinitas baru di rumah barunya. Meskipun ia tidur nyenyak semalam, malam itu penuh dengan mimpi dan refleksi yang membuatnya merasa sedikit lelah.

Baca juga:  Cerpen Tentang Sahabat: Kisah Mengharukan Seorang Sahabat

Saat Nia turun ke ruang makan, aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara. Ibu Suryadi sudah berada di dapur, mempersiapkan sarapan dengan penuh perhatian. “Selamat pagi, Nia,” sapanya dengan suara lembut. “Bagaimana tidurmu malam tadi?”

“Selamat pagi, Bu,” jawab Nia sambil tersenyum. “Saya tidur nyenyak, terima kasih. Sarapan sudah siap?”

Ibu Suryadi mengangguk dan mempersilakan Nia untuk duduk di meja makan. Di sana sudah tersedia piring berisi roti panggang, selai buah, dan buah segar. “Ini sarapan favorit kami,” kata Ibu Suryadi. “Saya harap kamu menyukainya.”

Selama sarapan, Nia merasa sedikit canggung. Meski suasana di meja makan terasa hangat dan ramah, Nia tidak bisa menahan rasa gugupnya. Setiap kali dia mencoba untuk bergabung dalam percakapan, dia merasa seperti satu-satunya yang belum sepenuhnya menjadi bagian dari keluarga ini. Bapak Suryadi dan Ibu Suryadi berbicara tentang rencana mereka untuk hari itu dan aktivitas-aktivitas yang mereka nikmati bersama. Mereka berbicara tentang liburan keluarga, kegiatan di akhir pekan, dan acara komunitas yang akan datang.

“Bagaimana kalau kamu ikut serta dalam kegiatan di taman kota nanti sore?” tawar Bapak Suryadi. “Ada festival kecil dengan banyak permainan dan pertunjukan. Kami pikir itu bisa jadi kesempatan yang baik untuk kamu berkenalan dengan tetangga dan teman-teman baru.”

Nia tersenyum. “Itu terdengar menyenangkan. Terima kasih, Pak. Saya akan senang sekali pergi.”

Setelah sarapan, Ibu Suryadi mengajak Nia untuk berkeliling taman belakang rumah. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi bunga-bunga berwarna-warni dan tanaman hijau. Ibu Suryadi menjelaskan bagaimana mereka merawat kebun dan berbagai jenis tanaman yang mereka miliki.

“Ini adalah tempat favoritku di rumah,” kata Ibu Suryadi. “Kebun ini selalu membuatku merasa tenang dan bahagia. Aku harap kamu juga akan menyukainya.”

Nia mengagumi keindahan kebun tersebut. Meskipun dia merasa sedikit tidak nyaman dengan perasaannya yang campur aduk, dia benar-benar menghargai usaha Ibu Suryadi untuk membuatnya merasa diterima. Dalam hati, Nia merasa sedikit lega melihat betapa mereka peduli padanya.

Pagi itu, mereka memutuskan untuk pergi ke festival di taman kota seperti yang direncanakan. Nia mengenakan gaun baru yang diberikan Ibu Suryadi, sebuah gaun merah muda dengan pola bunga yang membuatnya merasa cantik. Ketika mereka tiba di festival, Nia melihat banyak anak-anak berlarian dan bermain di berbagai stan permainan. Suasana penuh dengan suara tawa dan musik yang ceria.

Bapak Suryadi memperkenalkan Nia kepada beberapa teman mereka dan anak-anak tetangga. Nia merasa gugup, tetapi Bapak Suryadi selalu ada di sampingnya, membantu memecahkan kebekuan dengan lelucon dan cerita-cerita ringan. Nia perlahan-lahan mulai merasa lebih nyaman saat ia berkenalan dengan anak-anak lain dan ikut serta dalam permainan-permainan seperti balap karung dan lempar cincin.

Di tengah keseruan festival, Nia bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Rina. Rina tampaknya sangat ramah dan antusias, dan dia segera mengajak Nia untuk bergabung dalam permainan lompat tali. Meskipun awalnya Nia merasa canggung, Rina dengan sabar mengajaknya berbicara dan memperkenalkan dirinya. Perlahan-lahan, Nia merasa lebih terbuka dan mulai menikmati permainan.

Selama istirahat, Rina membawa Nia ke stan makanan dan memperkenalkannya kepada makanan khas festival, seperti es krim dan popcorn. Mereka duduk bersama sambil menikmati camilan dan berbicara tentang sekolah, hobi, dan impian mereka. Nia merasa senang dan terhibur dengan kehadiran Rina, dan dia mulai merasa bahwa dia bisa menemukan teman baru di sini.

Ketika matahari mulai terbenam dan festival mendekati akhir, Nia merasakan campuran perasaan kebahagiaan karena telah mendapatkan teman baru dan merasakan kehangatan dari keluarga serta komunitas barunya, tetapi juga sedikit kesedihan karena masih merasa belum sepenuhnya diterima. Namun, saat Rina dan keluarganya mengantarnya pulang, Nia merasakan sebuah harapan baru di hatinya.

Di rumah, Ibu Suryadi menunggu dengan senyum hangat, siap mendengarkan cerita tentang festival. Nia bercerita tentang Rina dan betapa menyenangkannya hari itu. Ibu Suryadi mendengarkan dengan penuh perhatian dan mendukung Nia dengan kata-kata semangat.

“Senang sekali kamu menikmati festival, Nia,” kata Ibu Suryadi. “Kami sangat bangga padamu. Kamu melakukan pekerjaan yang hebat dalam beradaptasi dan mencari tempat di hati orang-orang di sekelilingmu.”

Malam itu, Nia merasa lebih tenang dan puas. Meskipun dia masih merasakan beberapa rasa rindu dan kesedihan, dia juga mulai merasakan bahwa dia mungkin menemukan tempat baru yang penuh dengan kebaikan dan kemungkinan. Dengan hati yang sedikit lebih ringan, dia tidur nyenyak, siap untuk menghadapi hari-hari baru dengan harapan dan semangat yang baru.

 

Kenangan Lama Dan Cita-Cita Baru

Cuaca pagi itu cerah dan segar, menandakan hari yang penuh harapan bagi Nia. Setelah minggu pertama di rumah barunya, Nia mulai merasakan rutinitas yang lebih nyaman. Hari ini, dia merasa bersemangat karena akan menghadapi salah satu tantangan besar dalam hidup barunya memulai sekolah di lingkungan yang baru. Dia sudah membeli seragam dan perlengkapan sekolah yang dipilih dengan penuh perhatian oleh Ibu Suryadi, dan semuanya terasa baru dan mengesankan.

Baca juga:  Cerpen Tentang Kekecewaan: Kisah Mengharukan tentang Ulang Tahun

Nia berdiri di depan cermin kamar tidurnya, mengenakan seragam sekolahnya yang bersih dan rapi. Dia menyisir rambutnya dengan hati-hati, memastikan semuanya terlihat sempurna. Meskipun dia merasa cemas, dia juga berusaha tampil percaya diri. Setiap kali dia merasa gugup, dia mengingat kembali senyum hangat keluarga Suryadi dan dukungan mereka yang tak henti-hentinya.

“Selamat pagi, Nia!” sapa Ibu Suryadi dengan suara ceria. “Ini sarapanmu. Kami ingin memastikan kamu memulai hari ini dengan baik.”

Sarapan pagi itu adalah campuran dari hidangan favorit Nia roti bakar dengan selai buah dan segelas susu dingin. Nia duduk di meja makan sambil menikmati sarapan, merasakan kenyamanan dari perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh keluarga angkatnya.

“Terima kasih, Bu. Sarapannya sangat enak,” ujar Nia sambil tersenyum.

Setelah sarapan, Ibu dan Bapak Suryadi mengantar Nia ke sekolah. Sepanjang perjalanan, Ibu Suryadi berbicara tentang berbagai hal yang menyenangkan, berusaha meringankan kecemasan Nia. Di sekolah, Nia disambut oleh seorang guru bernama Ibu Maya yang ramah dan penuh perhatian. Ibu Maya memperkenalkan Nia kepada teman-teman sekelasnya dan memulai tur singkat ke seluruh sekolah.

Nia merasakan campuran perasaan saat memasuki kelas barunya. Ruangan itu dipenuhi dengan poster berwarna-warni dan meja-meja yang sudah teratur. Teman-teman sekelasnya memandangnya dengan rasa ingin tahu, beberapa di antaranya melambai-lambai dan menyapanya dengan ramah. Meskipun sambutan mereka hangat, Nia merasa sedikit terasing dan khawatir akan seberapa baik dia bisa beradaptasi.

Hari pertama di sekolah berjalan dengan campur aduk Nia menghadapi tantangan baru dalam berkenalan dengan teman-teman dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda. Meskipun beberapa anak mencoba menyapanya, Nia merasa sulit untuk benar-benar terhubung. Dia merasa seperti dia harus membuktikan diri dan menunjukkan siapa dirinya di lingkungan yang baru ini.

Di waktu istirahat, Nia duduk sendirian di sudut taman sekolah, menikmati bekal makan siangnya sambil melihat anak-anak lain bermain dan bercakap-cakap. Dia merasakan kerinduan terhadap teman-teman lamanya dan merasa sedih karena belum menemukan tempat yang tepat untuk dirinya di sekolah ini. Dia berusaha tidak menunjukkan rasa kecewa dan berusaha tetap positif.

Namun, saat dia sedang duduk, seorang anak laki-laki bernama Dani mendekatinya dengan senyum lebar. Dani adalah salah satu anak yang lebih aktif di kelas dan tampaknya sangat ramah. “Hai, Nia! Aku Dani. Mau bergabung dengan kami bermain bola?” tanyanya dengan penuh semangat.

Nia merasa kaget namun senang dengan tawaran tersebut. “Oh, terima kasih, Dani. Aku akan senang sekali bergabung.”

Saat bermain bola dengan Dani dan teman-teman lainnya, Nia mulai merasa lebih santai dan menikmati dirinya. Dani memperkenalkan Nia kepada teman-teman lainnya dan menjelaskan berbagai aturan permainan. Mereka bermain dengan ceria, tertawa, dan saling bercanda. Nia merasa seolah-olah beban di hatinya mulai menghilang, digantikan dengan rasa kebahagiaan yang tulus.

Sebelum pulang, Ibu Maya memperkenalkan Nia kepada guru-guru lainnya dan memberikan Nia sebuah buku catatan yang berisi informasi penting tentang sekolah dan tips untuk membantu Nia menyesuaikan diri. Nia merasa dihargai dan diperhatikan, dan dia mulai merasa lebih percaya diri.

Saat Ibu Suryadi menjemputnya dari sekolah, Nia tidak sabar untuk berbagi cerita tentang hari pertamanya. “Bu, Pak, hari ini sangat menarik. Aku baru saja bermain bola dengan teman-teman baru. Dani sangat ramah dan membantu aku merasa lebih nyaman.”

Ibu Suryadi tersenyum penuh bangga. “Kamu melakukan pekerjaan yang sangat baik, Nia. Kami sangat bangga padamu. Teruslah menjadi dirimu sendiri dan ingatlah bahwa kami selalu ada untukmu.”

Sore itu, Nia duduk di kamar tidurnya, memeriksa catatan yang diberikan oleh Ibu Maya. Dia menemukan pesan-pesan positif yang menghibur dan memberikan dorongan. Dengan hati yang lebih tenang dan penuh harapan, Nia mulai membuat rencana untuk hari-hari mendatang. Dia merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan dan peluang baru yang akan datang.

Malam hari, ketika Nia bersiap untuk tidur, dia merasa campuran antara rasa syukur dan rasa rindu. Meskipun hari pertamanya di sekolah penuh dengan tantangan, dia merasa senang telah membuat beberapa kemajuan dan merasakan dukungan dari orang-orang di sekelilingnya. Dengan senyum kecil di wajahnya dan harapan yang baru, Nia menutup matanya, siap untuk menghadapi hari berikutnya dengan semangat dan keberanian.

 

Merajut Kembali Harapan

Hari Minggu pagi terasa segar dan penuh energi. Nia terbangun dengan perasaan campur aduk antara kegembiraan dan kekhawatiran. Setelah beberapa hari beradaptasi di sekolah, Nia merasa semakin dekat dengan teman-temannya dan mulai merasa lebih nyaman di lingkungan barunya. Namun, hari ini, dia menghadapi tantangan baru yang membuat hatinya berdebar partisipasinya dalam lomba melukis yang diadakan oleh sekolah.

Baca juga:  Contoh Cerpen Tentang Pengalaman Pribadi: Perjalanan Yang Menantang

Lomba melukis ini adalah acara tahunan yang sangat dinantikan oleh siswa-siswa di sekolah, dan Nia merasa terhormat bisa ikut serta. Namun, dia juga merasa cemas karena ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya di depan banyak orang, termasuk teman-teman barunya dan keluarganya.

Pagi itu, Nia duduk di meja kerjanya, mempersiapkan perlengkapan melukisnya dengan hati-hati. Ibu Suryadi memberikan dorongan terakhir, “Nia, kamu pasti bisa melakukannya. Kami percaya pada kemampuanmu. Yang penting adalah kamu menikmati prosesnya.”

Nia tersenyum dan mengangguk. “Terima kasih, Bu. Aku akan berusaha sebaik mungkin.”

Ketika tiba di sekolah, Nia melihat banyak siswa yang sudah siap dengan kanvas dan perlengkapan melukis mereka. Beberapa dari mereka berbicara dengan semangat tentang ide-ide mereka dan saling menunjukkan sketsa awal mereka. Nia merasa sedikit terintimidasi oleh keahlian dan percaya diri mereka, tetapi dia berusaha keras untuk tetap positif dan fokus pada karyanya sendiri.

Dia menemukan tempat di ruang melukis yang telah disediakan dan mulai menyiapkan kanvasnya. Dengan tangan yang sedikit bergetar, dia mulai melukis pemandangan kebun yang telah menjadi tempat favoritnya di rumah. Nia ingin menangkap keindahan kebun tersebut dengan warna-warna cerah dan detail yang hidup, berharap bisa mengekspresikan kebahagiaan yang dia rasakan di lingkungan barunya.

Saat waktu berlalu, Nia mulai merasa lebih tenang. Dia terbenam dalam pekerjaannya, dan suara riuh di sekelilingnya mulai menghilang. Dengan setiap sapuan kuas, dia merasakan ketenangan dan kebahagiaan, melupakan kecemasan yang sempat mengganggunya. Nia merasa seperti dia akhirnya bisa menyampaikan perasaannya melalui lukisannya—kebahagiaan, rasa syukur, dan keindahan yang dia rasakan di rumah barunya.

Ketika acara perlombaan mendekati akhir, Nia merasa lelah namun puas dengan hasil karyanya. Dia memandang kanvasnya dan merasa bangga dengan apa yang telah dia capai. Setelah menyelesaikan lukisannya, Nia melihat sekeliling dan menyadari bahwa banyak siswa lain juga telah menyelesaikan karya mereka. Ada berbagai lukisan dengan tema yang berbeda-beda, dan semuanya menunjukkan kreativitas dan bakat yang luar biasa.

Setelah penilaian selesai, juri mengumumkan pemenang lomba. Nia merasa jantungnya berdegup kencang saat nama-nama diumumkan satu per satu. Saat pengumuman nama pemenang, Nia merasa cemas dan berharap agar karyanya bisa diterima dengan baik. Ketika juri menyebutkan nama-nama pemenang, Nia merasa campur aduk ada rasa kecewa saat namanya tidak disebutkan sebagai pemenang.

Namun, saat acara perlombaan hampir selesai, juri memberikan penghargaan khusus untuk lukisan-lukisan yang menunjukkan semangat dan dedikasi. Nia merasa terkejut dan sangat bahagia ketika namanya disebutkan sebagai penerima penghargaan khusus tersebut. Pujian itu tidak hanya membuatnya merasa dihargai, tetapi juga memberikan dorongan besar baginya untuk terus berkarya.

Di tengah-tengah tepuk tangan dan pujian dari teman-teman serta keluarganya, Nia merasa sangat bersyukur dan berterima kasih. Meskipun dia tidak memenangkan tempat pertama, penghargaan khusus tersebut adalah bukti bahwa usaha dan dedikasinya dihargai.

Saat acara selesai, Ibu Suryadi dan Bapak Suryadi datang menghampirinya dengan senyum bangga. “Nia, kami sangat bangga dengan apa yang telah kamu capai hari ini. Lukisanmu sangat indah dan penuh perasaan,” kata Ibu Suryadi sambil memeluk Nia.

Nia merasa haru dan penuh sukacita. “Terima kasih, Bu. Aku senang bisa berpartisipasi dan mendapatkan penghargaan ini. Itu berarti banyak bagi aku.”

Hari itu diakhiri dengan perayaan kecil di rumah, di mana Nia dan keluarganya merayakan pencapaiannya dengan makan malam bersama dan berbagi cerita. Nia merasa dikelilingi oleh kasih sayang dan dukungan yang tulus dari keluarga dan teman-temannya. Dia merasa bahwa dia telah menemukan tempat yang istimewa di hati mereka dan di komunitas barunya.

Saat malam tiba dan Nia bersiap untuk tidur, dia merenung tentang perjalanan yang telah dilaluinya. Meskipun ada tantangan dan rasa sedih, dia juga merasakan kebahagiaan yang mendalam. Nia merasa bahwa dia telah mengambil langkah besar menuju integrasi dan penerimaan, dan dia siap untuk menghadapi hari-hari yang akan datang dengan semangat dan optimisme baru.

Dengan rasa syukur dan harapan di hatinya, Nia menutup matanya, siap untuk melanjutkan perjalanan hidupnya di rumah barunya dengan keyakinan dan keberanian yang baru.

 

 

Malam itu, saat Nia memejamkan matanya, dia merasakan kedamaian yang baru dan kepuasan dalam hatinya. Dalam perjalanan yang penuh tantangan dan harapan, dia telah menemukan kekuatan dalam diri sendiri dan cinta dalam setiap langkah yang diambil. Dengan dukungan keluarga dan teman-teman, Nia menyadari bahwa meskipun perjalanan hidupnya dimulai dengan ketidakpastian, ia kini melangkah dengan penuh keyakinan menuju masa depan yang cerah. Kisah Nia adalah pengingat indah bahwa cinta dan keberanian mampu merajut kembali harapan dan menciptakan kebahagiaan di setiap babak kehidupan. Terimakasih telah membaca semoga kisah ini bermanfaat bagi kalian semua.

Leave a Comment