Romi Anak Langit: Persahabatan Sejati Di Bawah Langit Penuh Bintang

Halo, Para pembaca! Dalam cerpen “Romi Anak Langit: Persahabatan Sejati di Bawah Langit Penuh Bintang”, kita diajak untuk menyelami kisah seorang anak yang penuh keceriaan dan semangat hidup. Romi, tokoh utama dalam cerita ini, adalah sosok anak gaul yang memiliki banyak teman dan hidup dalam kebahagiaan. Melalui persahabatan yang tulus dan petualangan seru bersama sahabat-sahabatnya, Romi membuktikan bahwa ikatan persahabatan yang kuat bisa melampaui segalanya. Cerita ini menggambarkan betapa pentingnya kebersamaan dan bagaimana momen-momen sederhana bisa menjadi kenangan yang tak terlupakan. Bagi para pembaca yang menyukai kisah penuh keceriaan dan makna, cerpen ini menawarkan perjalanan emosional yang ringan namun menghangatkan hati.

 

Persahabatan Sejati Di Bawah Langit Penuh Bintang

Petualangan Di Atap Kota

Romi adalah anak yang sangat gaul dan penuh semangat. Dengan rambut gondrong yang selalu diikat setengah, jaket kulit kesayangannya, dan sneakers lusuh yang sudah menemaninya bertahun-tahun, dia selalu tampak mencolok di antara teman-temannya. Romi memiliki satu kebiasaan yang tidak semua orang mengerti: dia dan teman-teman dekatnya sering kali menghabiskan waktu di atap-atap gedung di sekitar kota. Bagi mereka, tempat-tempat tinggi itu bukan hanya sekadar bangunan tua yang ditinggalkan, melainkan simbol kebebasan, sebuah pelarian dari kesibukan dan hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur.

Sore itu, seperti biasa, Romi dan sahabat-sahabatnya Andi, Fikri, dan Tika berkumpul di salah satu atap favorit mereka. Dari ketinggian itu, mereka bisa melihat pemandangan kota yang luar biasa, gedung-gedung pencakar langit yang dihiasi cahaya senja yang memukau. Suara klakson kendaraan yang biasanya membosankan terdengar samar, seolah menjadi latar belakang musik yang mendamaikan.

“Aku suka banget tempat ini,” ujar Romi sambil merebahkan tubuhnya di lantai beton yang dingin. “Rasanya dunia ini cuma milik kita, ya?”

Tika, yang sedang asyik menggambar di buku sketsanya, mengangguk sambil tersenyum. “Iya, benar. Di sini kita bebas jadi siapa aja. Nggak ada yang ngatur.”

Andi, yang duduk di pinggir atap dengan kaki menggantung, memandang jauh ke arah cakrawala. “Kalian pernah mikir nggak, kalau kita sebenarnya cuma bagian kecil dari semua ini? Tapi di sini, di tempat ini, kita kayak punya kontrol penuh.”

Fikri, yang terkenal sebagai anak paling serius di antara mereka, terkekeh. “Kontrol penuh? Ya, sampai satpam gedung ini datang dan ngusir kita.”

Mereka semua tertawa. Romi menyukai momen-momen seperti ini. Di tengah candaan dan kejenakaan, ada rasa persatuan yang mendalam di antara mereka. Meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, di atap ini, mereka adalah satu. Tak ada perbedaan, tak ada tekanan. Hanya ada kebersamaan dan mimpi-mimpi yang mereka bangun bersama.

Setelah tawa reda, Romi memandang ke langit. Warna jingga matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat memantul indah di wajahnya. Ia merasa damai, seolah semua masalah yang pernah dia hadapi menguap begitu saja. Di sini, dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura.

“Besok kita ke sini lagi, ya?” tanya Tika tiba-tiba, suaranya penuh harap.

Romi menoleh dan tersenyum lebar. “Tentu aja, Tika. Ini tempat kita.”

Namun, saat itu juga, Romi merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ia mulai menyadari betapa beruntungnya dia memiliki teman-teman seperti mereka. Persahabatan mereka bukan hanya tentang berkumpul dan bersenang-senang, tapi tentang kebersamaan yang tulus. Mereka saling mendukung, saling menghibur di saat susah, dan yang terpenting, mereka saling menjaga.

Malam mulai menyelimuti kota, dan lampu-lampu jalan perlahan menyala, menciptakan kilauan cahaya di bawah sana. Suasana yang tadinya ceria perlahan berubah menjadi tenang. Romi, yang biasanya suka bercanda, tiba-tiba menjadi hening.

“Kalian tahu nggak,” kata Romi sambil menatap langit yang mulai gelap, “dulu aku selalu merasa sendiri. Tapi sekarang… di sini, dengan kalian, aku merasa lengkap.”

Tika berhenti menggambar dan memandang Romi dengan mata berbinar. “Kita juga, Rom. Kita semua di sini karena kita saling membutuhkan.”

Fikri, yang biasanya tak banyak bicara soal perasaan, menepuk bahu Romi. “Kita ini kayak keluarga, Rom. Bukan soal darah, tapi soal kebersamaan.”

Romi merasakan ada kehangatan yang menjalar di dalam dadanya. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar memahami arti persahabatan. Ini bukan sekadar nongkrong bareng di atap gedung atau berbagi cerita konyol, melainkan ikatan yang jauh lebih dalam dari itu. Dan Romi bersyukur, sangat bersyukur, karena dia tak lagi merasa sendiri di dunia yang luas ini.

Ketika malam semakin larut, Romi dan teman-temannya memutuskan untuk pulang. Mereka turun dari atap dengan perasaan lega dan hati yang penuh kebahagiaan. Romi melirik teman-temannya satu per satu, merasa bangga bahwa dia memiliki mereka dalam hidupnya.

Dan di saat mereka berjalan pulang, Romi berpikir, apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan selalu punya atap ini tempat di mana semuanya dimulai, tempat di mana mereka bisa selalu kembali. Tempat di mana mereka bisa menjadi diri mereka sendiri.

Di sanalah, di atap kota, Romi menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar tempat tinggi. Dia menemukan arti kebahagiaan sejati: kebersamaan dan persahabatan yang tulus.

 

Kejutan Di Hari Ulang Tahun

Hari itu adalah hari yang sangat spesial bagi Romi. Tanggal di kalender yang selalu dia tunggu-tunggu tiap tahunnya hari ulang tahunnya. Sejak kecil, Romi tak pernah melewatkan perasaan bahagia setiap kali hari itu tiba. Namun, kali ini berbeda. Tahun ini, Romi merasa bahwa tak banyak yang perlu dirayakan. Sejak pagi, tak ada yang tampak istimewa. Orang tuanya sedang sibuk dengan pekerjaan, dan bahkan adik perempuannya lupa mengucapkan selamat ulang tahun. Tapi Romi tidak ingin terlalu berharap, lagipula dia sudah cukup besar untuk merayakan ulang tahunnya seperti anak kecil, kan?

Meski begitu, ada satu hal yang membuat Romi bersemangat. Teman-temannya Tika, Andi, dan Fikri pasti tak akan lupa. Selalu ada tradisi kecil mereka setiap tahun, nongkrong di atap favorit mereka dan menghabiskan waktu bersama sambil menikmati pemandangan kota yang selalu indah saat matahari terbenam. Itu sudah lebih dari cukup bagi Romi, karena baginya, kehadiran teman-teman dekat adalah hadiah terbaik.

Baca juga:  Cerpen Tentang Pelantikan Pramuka: Kisah Inspirasi Pelantikan Pramuka

Di sekolah, suasana terasa biasa saja. Tika tampak sibuk dengan tugas-tugasnya, Andi bercanda seperti biasa, dan Fikri berkutat dengan bukunya. Tak ada tanda-tanda mereka akan melakukan sesuatu yang spesial. Saat jam istirahat, mereka bahkan tidak menyinggung soal hari ulang tahun Romi. Ada sedikit rasa kecewa di hati Romi, tapi dia mencoba menyembunyikannya. “Mungkin nanti malam mereka akan memberi kejutan,” pikirnya sambil tersenyum kecil.

Sore harinya, Romi menerima pesan dari Tika di grup chat mereka. “Nongkrong di atap biasa, jam 6 ya. Jangan telat!” Pesan itu membuat Romi merasa sedikit lega. Setidaknya mereka tidak lupa soal tradisi mereka. Dia segera bersiap-siap, mengambil jaket kesayangannya, dan berjalan menuju gedung tempat mereka biasa berkumpul.

Saat Romi sampai di atap, dia sedikit terkejut karena tidak ada seorang pun di sana. Biasanya, Tika dan Andi sudah lebih dulu datang, tapi kali ini terasa sepi. Romi menunggu beberapa menit, duduk di sudut atap sambil menatap langit yang mulai berubah warna menjadi jingga. Angin sore yang sejuk berhembus, membawa aroma kota yang khas. Meski sendiri, Romi menikmati momen itu, mencoba menghilangkan rasa cemas yang tiba-tiba muncul.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari tangga. Romi menoleh, dan dalam sekejap, suara teriakan penuh keceriaan menggema di udara.

“Selamat ulang tahun, Romi!”

Tika, Andi, Fikri, dan beberapa teman lainnya muncul dari balik pintu atap, membawa kue kecil dengan lilin menyala di atasnya. Romi terkejut dan terdiam sejenak, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mereka semua tersenyum lebar, dengan wajah yang penuh keceriaan.

“Kami nggak lupa kok, Rom!” kata Tika sambil mendekati Romi dan menyerahkan kue itu padanya. “Kami cuma pengen kasih kejutan yang beda tahun ini.”

Romi tersenyum lebar, matanya berbinar. “Kalian bener-bener bikin aku kaget! Aku pikir kalian lupa.”

Andi tertawa keras, menepuk pundak Romi. “Gimana bisa lupa, Bro? Lo kan bintang utama hari ini!”

Mereka semua tertawa, dan Romi merasa hatinya hangat. Rasanya seperti semua kekhawatiran dan kekecewaan yang dia rasakan sebelumnya menghilang begitu saja. Dengan lilin yang menyala di depannya, Romi memejamkan mata, membuat permohonan singkat, lalu meniup lilin itu dengan perasaan bahagia yang sulit digambarkan.

Setelah itu, mereka duduk bersama di sudut atap, berbincang dan bercanda seperti biasa. Tika mengeluarkan camilan dari tasnya, Andi membuka soda yang ia bawa, sementara Fikri meski tetap tenang seperti biasanya tampak ikut larut dalam kebersamaan itu. Mereka membicarakan banyak hal, mulai dari hal-hal kecil yang terjadi di sekolah, hingga mimpi-mimpi besar yang mereka ingin wujudkan di masa depan.

“Romi, lo bakal jadi apa nanti?” tanya Andi tiba-tiba, menatap Romi dengan penuh rasa penasaran.

Romi terdiam sejenak, memikirkan jawabannya. “Aku nggak tau pasti, tapi aku pengen jadi seseorang yang bisa bantu banyak orang. Mungkin kayak… bikin komunitas atau organisasi gitu, yang bisa bantu orang-orang yang butuh.”

Tika mengangguk setuju. “Itu keren, Rom. Gue rasa lo cocok jadi orang yang kayak gitu. Lo selalu peduli sama orang lain.”

Percakapan mereka berlanjut hingga langit berubah menjadi gelap, dengan bintang-bintang mulai bermunculan di atas mereka. Suasana semakin intim, dengan tawa yang terus mengisi udara malam. Romi menyadari bahwa inilah momen yang paling dia tunggu-tunggu bukan hanya kejutan atau perayaan, tapi kebersamaan dengan orang-orang yang paling berarti baginya.

Saat malam semakin larut, Romi merasa tak ingin momen itu berakhir. Tapi, dia tahu bahwa seperti hari-hari lainnya, waktu akan terus berjalan. Namun, malam itu akan selalu dia kenang sebagai salah satu hari paling bahagia dalam hidupnya hari di mana dia merasa dicintai, dihargai, dan benar-benar bahagia.

“Kalian tahu nggak,” kata Romi sambil memandang teman-temannya, “ini ulang tahun terbaik yang pernah aku punya. Makasih banget buat semuanya.”

Tika tersenyum hangat. “Kami juga seneng bisa ada di sini bareng lo, Rom. Ini bukan soal ulang tahun, tapi soal persahabatan kita.”

Andi mengangguk setuju. “Bener banget. Nggak peduli berapa pun usia kita nanti, kita bakal tetap kayak gini.”

Fikri, dengan gaya seriusnya, menambahkan, “Persahabatan ini nggak bakal putus, Rom. Selama kita masih saling percaya dan peduli, kita akan selalu bersama.”

Dan malam itu, di atap kota yang selalu menjadi tempat pelarian mereka, Romi menemukan makna kebahagiaan yang sesungguhnya kebahagiaan yang hadir bukan dari hadiah atau perayaan mewah, tapi dari kebersamaan yang tulus dengan orang-orang yang ia cintai.

Itulah yang membuat Romi bersyukur atas hari ini. Hari yang sederhana, namun penuh makna.

 

Petualangan Tak Terduga Di Taman Kota

Pagi itu, langit cerah tanpa awan, dan angin sejuk berhembus lembut menyambut awal hari baru. Romi bangun dengan perasaan luar biasa segar. Setelah kejutan ulang tahun yang diberikan teman-temannya beberapa hari lalu, semangatnya semakin membara. Hari ini, mereka berencana menghabiskan waktu di taman kota tempat yang selalu jadi destinasi favorit untuk sekadar bersantai, bermain, atau bahkan melakukan petualangan kecil yang biasanya tak direncanakan.

“Rom, kita udah di bawah!” suara Andi terdengar dari luar jendela kamar Romi. Romi melihat ke bawah dan mendapati Andi, Tika, serta Fikri sudah menunggunya dengan senyuman lebar. Mereka tampak siap untuk hari yang penuh keseruan.

“Gue turun bentar lagi! Tunggu!” balas Romi sambil tergesa-gesa mengenakan sepatu sneakers favoritnya. Setelah memastikan semua sudah siap, Romi berlari menuruni tangga dan langsung bergabung dengan teman-temannya.

Perjalanan ke taman kota tak jauh, hanya butuh waktu sekitar 15 menit berjalan kaki dari rumah Romi. Di sepanjang jalan, mereka bercanda, berbicara tentang hal-hal lucu yang terjadi di sekolah, dan merencanakan aktivitas apa saja yang akan mereka lakukan sesampainya di taman.

Baca juga:  Putra: Kisah Inspiratif Santri Pesantren Yang Menghadapi Ujian Dengan Semangat Dan Dukungan Teman

“Eh, kita harus nyobain naik sepeda tandem hari ini,” saran Tika dengan antusias. “Taman kota punya jalur sepeda baru, dan gue udah liat orang-orang keliling naik tandem di situ. Seru banget kelihatannya!”

Andi langsung menyetujui ide tersebut, sementara Fikri, yang biasanya tenang dan sedikit serius, hanya tersenyum tipis, tapi tak menolak. Romi, di sisi lain, justru semakin semangat mendengar ide Tika.

“Naik sepeda tandem? Kedengarannya seru banget!” Romi tertawa sambil membayangkan mereka semua naik sepeda berboncengan di jalur taman yang hijau.

Saat mereka tiba di taman, suasana di sana sangat ramai. Keluarga dengan anak-anak bermain di area bermain, pasangan muda berjalan-jalan santai di tepi danau, dan sekumpulan remaja lainnya tampak sibuk dengan kamera, memotret keindahan alam sekitar.

Mereka segera menuju ke tempat penyewaan sepeda. Ada deretan sepeda tandem yang tampak mengkilap, seolah siap menantang siapa saja yang ingin merasakan petualangan. Tanpa ragu, Tika segera memesan dua sepeda, satu untuk dia dan Romi, dan satu lagi untuk Andi dan Fikri.

Ketika mereka mulai mengayuh sepeda tandem, suasana langsung berubah menjadi penuh tawa. Romi, yang berada di depan, mencoba mengontrol arah sepeda sementara Tika terus tertawa karena kesulitan menyeimbangkan pedal di belakang.

“Rom, lo cepetan dong! Gue nggak bisa ngikutin kalau lo pelan-pelan begini!” keluh Tika di tengah tawanya. Romi hanya bisa tertawa melihat tingkahnya.

Di sepeda lain, Andi dan Fikri tak kalah heboh. Fikri, yang biasanya pendiam, kali ini justru berteriak meminta Andi mengayuh lebih cepat. “Ayo, Andi! Jangan kalah sama Romi!”

Selama beberapa menit, mereka bersepeda mengelilingi taman, melewati pepohonan rindang dan semak-semak yang indah. Angin segar menyapu wajah mereka, dan suasana sore itu benar-benar sempurna. Jalur sepeda baru di taman itu terbukti menjadi pilihan yang tepat. Dengan jalur yang lebar dan pemandangan indah di setiap sudut, mereka merasa seperti sedang berpetualang di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota.

Setelah bersepeda cukup lama, mereka memutuskan untuk beristirahat di pinggir danau. Di sana, mereka duduk di atas rumput yang hijau dan lembut, menatap air danau yang tenang dengan riak-riak kecil yang terbawa angin. Burung-burung beterbangan di langit, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Tika mengeluarkan beberapa camilan dari tasnya, dan mereka mulai berbagi makanan sambil menikmati momen kebersamaan yang hangat.

“Gue nggak nyangka hari ini bakal seru banget,” kata Romi sambil meregangkan tubuhnya. “Gue pikir kita cuma bakal nongkrong biasa, tapi ternyata kita bikin petualangan sendiri.”

“Ya dong! Gue nggak mau hari ini jadi hari yang biasa-biasa aja,” balas Tika dengan senyum penuh kemenangan. “Kadang, yang kita butuhin cuma tempat yang tepat dan temen-temen yang seru buat bikin kenangan.”

Andi mengangguk sambil memandang langit. “Gue rasa kita semua butuh waktu kayak gini, ya. Di tengah kesibukan sekolah, ini tempat yang paling cocok buat kabur sebentar.”

Fikri, meski tak banyak bicara, tampak setuju. Dia menatap air danau dengan tenang, menikmati momen itu dalam diam.

Setelah cukup lama beristirahat, Romi tiba-tiba punya ide. “Eh, gimana kalau kita bikin perlombaan kecil? Kita balapan sepeda keliling taman! Siapa yang kalah, traktir es krim!”

Andi langsung berdiri, antusias seperti biasa. “Ayo! Gue nggak mau kalah sama lo lagi, Rom! Lo udah menang di pertandingan basket kemarin.”

Tika dan Fikri juga tak ingin ketinggalan. Mereka semua segera mengambil sepeda mereka dan bersiap di garis awal yang mereka buat sendiri di atas rumput.

“Ayo! Satu… dua… tiga!” teriak Romi sambil mulai mengayuh sepedanya secepat mungkin.

Perlombaan itu dipenuhi tawa dan canda, karena tentu saja tak ada yang benar-benar ingin menang. Yang penting bagi mereka adalah kesenangan di sepanjang jalur, bercanda, berteriak, dan saling mengejek satu sama lain dengan cara yang lucu.

Pada akhirnya, Fikri yang tampak paling tenang justru menjadi pemenang, meninggalkan Andi, Romi, dan Tika tertawa terbahak-bahak karena tidak menyangka dia bisa menang.

“Gue nggak nyangka Fikri bakal menang! Dia diem-diem aja tapi ternyata larinya kenceng juga,” kata Romi sambil memegang perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa.

Mereka semua setuju untuk mentraktir Fikri es krim sebagai hadiahnya. Petualangan hari itu diakhiri dengan mereka duduk di bangku taman, masing-masing memegang es krim, dan mengobrol tentang banyak hal mulai dari rencana liburan, hingga hal-hal kecil yang membuat mereka tertawa.

Hari itu, Romi merasa bahwa kebersamaan dengan teman-temannya tak pernah tergantikan. Momen-momen sederhana seperti hari ini, dengan tawa, kebahagiaan, dan sedikit tantangan kecil, adalah hal-hal yang akan selalu dia ingat. Sebuah petualangan tak terduga di taman kota yang membuat hari-harinya terasa semakin lengkap.

Dan bagi Romi, tak ada yang lebih penting daripada menghabiskan waktu bersama orang-orang yang membuatnya merasa hidup, penuh semangat, dan bahagia.

 

Malam Penuh Bintang Dan Janji Persahabatan

Setelah seharian penuh tawa dan petualangan di taman kota, matahari mulai perlahan tenggelam di balik pepohonan, meninggalkan langit yang dihiasi semburat oranye dan merah. Romi dan teman-temannya memutuskan untuk tidak langsung pulang. Mereka memilih untuk tinggal sebentar lagi, menikmati suasana malam yang mulai menyelimuti kota.

“Malam ini indah banget, ya,” ujar Tika sambil mendongak menatap langit. Matanya berbinar-binar, menikmati bintang-bintang yang mulai muncul satu per satu di angkasa.

Romi, yang duduk di sebelahnya, tersenyum dan mengangguk setuju. “Iya, gue suka banget langit kayak gini. Tenang, tapi juga bikin lo merasa kalau dunia ini lebih besar dari yang kita kira.”

Andi dan Fikri juga tampak larut dalam suasana. Mereka duduk berdekatan, melihat orang-orang yang masih lalu lalang di sekitar taman. Suasana yang sebelumnya penuh canda dan tawa mulai berganti menjadi lebih tenang dan syahdu, namun tetap diwarnai rasa bahagia. Keheningan malam itu memberi kesempatan bagi mereka untuk merenungkan hal-hal kecil yang terjadi di hari itu.

Baca juga:  Cerpen Tentang Taubat: Kisah Mengharukan Perjuangan Remaja

“Eh, kalian pernah mikir nggak, kalau setiap kali kita nongkrong bareng, kita selalu punya cerita seru?” kata Romi tiba-tiba, memecah keheningan.

Tika, yang sedang asyik melihat bintang-bintang, tertawa kecil. “Iya, bener juga. Entah gimana, kita selalu nemuin cara buat bikin setiap momen jadi berkesan. Padahal kadang kita nggak punya rencana apa-apa, tapi akhirnya selalu ada yang seru.”

Fikri, yang biasanya paling pendiam di antara mereka, kali ini ikut berkomentar. “Mungkin karena kita saling ngerti satu sama lain. Meski nggak ada rencana, selama kita bareng-bareng, pasti ada aja hal seru yang terjadi.”

Romi merasa pernyataan Fikri itu benar sekali. Mereka memang punya ikatan yang kuat, sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan biasa. Setiap kali mereka bersama, entah itu di sekolah, di lapangan basket, atau seperti hari ini di taman kota, selalu ada momen-momen tak terlupakan yang mereka ciptakan bersama. Tawa, kesedihan, tantangan semua itu mereka hadapi dengan cara mereka sendiri.

“Gue jadi inget waktu kita pertama kali ketemu,” ujar Romi sambil tersenyum. “Gue nggak nyangka, dari cuma main basket bareng, kita bisa jadi sahabat kayak sekarang.”

Andi tertawa keras mendengar itu. “Iya, awalnya gue pikir lo sombong banget, Rom. Tapi ternyata, lo asik juga! Terus nggak nyangka juga, Fikri yang waktu itu keliatan kalem banget, ternyata jago basket!”

Fikri menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. “Gue nggak se-jago itu, cuma kebetulan aja waktu itu gue lagi hoki.”

Tika menambahkan, “Kalian semua keren, sih. Gue seneng banget bisa jadi bagian dari kalian. Kalian bukan cuma temen, tapi juga kayak keluarga buat gue.”

Mendengar itu, suasana jadi hangat. Romi merasakan ada sesuatu yang istimewa di malam itu. Bukan hanya tentang hari yang mereka habiskan dengan penuh keceriaan, tapi juga tentang hubungan yang telah mereka bangun selama ini. Mereka bukan sekadar teman yang bertemu di sekolah atau bermain basket bersama. Mereka adalah orang-orang yang selalu ada di saat suka dan duka, yang tak pernah ragu untuk saling mendukung satu sama lain.

Romi mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kameranya ke teman-temannya. “Ayo, foto bareng dulu! Buat kenang-kenangan malam ini.”

Tanpa ragu, mereka semua berkumpul. Andi merangkul Romi dari sebelah kanan, sementara Tika dan Fikri berdiri di sebelah kiri. Dengan senyum lebar, Romi menekan tombol kamera. Hasil fotonya memperlihatkan mereka yang tertawa lepas, dengan latar belakang langit malam yang penuh bintang. Sebuah momen sempurna yang mengabadikan kebahagiaan mereka.

“Ini harus kita cetak, ya,” kata Romi sambil melihat hasil fotonya. “Biar kita selalu ingat malam ini.”

Tika mengangguk setuju. “Setuju banget! Malam ini bakalan jadi salah satu momen favorit gue.”

Setelah berfoto, mereka kembali duduk di bangku taman, menikmati suasana malam. Angin malam yang sejuk berhembus lembut, membawa aroma bunga dari taman di dekat mereka. Mereka berbincang tentang banyak hal tentang masa depan, tentang impian mereka, dan juga tentang rencana-rencana kecil untuk hari-hari mendatang.

“Gue pengen suatu hari nanti kita semua bisa keliling dunia bareng,” kata Andi dengan antusias. “Kita bisa pergi ke tempat-tempat keren, buat kenangan baru.”

Romi tersenyum mendengar impian Andi. “Gue setuju banget. Kita harus terus jaga persahabatan ini, nggak peduli apa yang terjadi nanti.”

Fikri, yang biasanya tidak banyak bicara tentang masa depan, tiba-tiba ikut berkomentar. “Gue juga pengen, kita nggak cuma jadi temen buat sekarang, tapi juga buat selamanya. Di mana pun kita nanti, semoga kita selalu bisa ketemu dan nongkrong bareng kayak gini.”

Kata-kata Fikri membuat suasana semakin hangat. Mereka semua tahu bahwa masa depan bisa membawa banyak perubahan, tapi ada satu hal yang ingin mereka pertahankan persahabatan mereka.

“Jadi, gimana nih, kita bikin janji nggak?” tanya Tika dengan mata berbinar. “Janji kalau kita bakal terus temenan sampai kapan pun.”

Romi mengangguk dengan penuh keyakinan. “Gue janji. Nggak peduli apa yang terjadi, kita bakal selalu jadi sahabat.”

Andi dan Fikri ikut mengangguk. Mereka semua setuju bahwa persahabatan mereka adalah sesuatu yang berharga, sesuatu yang layak diperjuangkan dan dijaga selamanya.

Malam itu di taman kota, di bawah langit penuh bintang, Romi dan teman-temannya membuat janji yang tak akan pernah mereka lupakan. Sebuah janji persahabatan yang akan terus hidup, meski waktu dan jarak mungkin mencoba memisahkan mereka suatu saat nanti.

Setelah itu, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Dengan perasaan penuh kebahagiaan, Romi berjalan pulang bersama teman-temannya, melewati jalan-jalan kota yang sudah sepi. Langkah mereka lambat, seolah tak ingin malam itu berakhir. Di dalam hati Romi, dia merasa sangat beruntung memiliki teman-teman yang begitu luar biasa.

“Ini malam yang sempurna,” bisik Romi pada dirinya sendiri, sambil tersenyum kecil.

Dan dia tahu, tak peduli apa yang akan datang di hari esok, dia akan selalu memiliki kenangan indah tentang malam penuh bintang ini malam di mana mereka membuat janji persahabatan yang abadi.

 

 

Cerpen “Romi Anak Langit: Persahabatan Sejati di Bawah Langit Penuh Bintang” menghadirkan kisah yang penuh kehangatan tentang persahabatan, keceriaan, dan petualangan hidup yang dirasakan oleh seorang remaja bernama Romi. Melalui setiap babnya, kita bisa merasakan kebahagiaan dan semangat yang ia tularkan kepada teman-temannya. Cerita ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajarkan nilai pentingnya kebersamaan dan saling mendukung dalam persahabatan. Terima kasih telah membaca cerita ini. Semoga kisah Romi menginspirasi dan memberikan semangat baru dalam menjalani persahabatan dan kehidupan sehari-hari. Sampai jumpa di cerita-cerita berikutnya!

Leave a Comment